Rasionalitas Islam
Pendahuluan :
Gemerlapnya Barat, tenggelamnya Timur, dua peradaban seperti magnet saling ketertarikan. Maju peradaban Barat terkadang kita mengelu–elukan apa yang telah Barat lakukan. Tanpa terkecuali dalam jiwa berfikir yang mereka miliki. Dunia rasionalitas. itu pun jika kita teliti. Tak hanya milik Barat saja, klaim rasionalitas punya mereka. Walau terkadang berkenaan dengan rasio umumnya mereka lebih menggunakan itu. Jarang yang menggunakan Dalil Naqli (teks Tuhan). Berbeda dengan umat Islam yang mengkolaborasikan antara Dalil Aqli dan Naqli. Barat menggunakan rasionalitas tak terbatas terkadang banyak dari mereka berpindah dari agama Kritsten menjadi Atheis karena sifat rasionalitas yang tak terikat.
Rasionalitas tidak dilarang dalam Islam. Islam memberikan kebebasan terhadap umat Islam dalam mengeluarkan pendapat dan ide apa pun itu. Islam menjadikan kebebasan berfikir sebagai pondasi untuk seluruh manusia dalam bentuk : Teologi, Sistem, Syariat . Dan tentunya sejalan dengan tataran aplikatif tak hanya ide, pendapat, usulan, konsep. Tapi implementasi juga jelas. Kebebasan juga banyak varian. Kebebasan politik, kebebasan ideologi, kebebasan agama,.
Maksud dari kebebasan politik adalah memberikan suara tiap personal terhadap kemajuan negara. Contoh dengan pemilu (Pemilihan Umum) Kebebasan berfikir Islam memberikan hak tiap manusia untuk mengeluarkan pendapat apa pun yang menurutnya bagus.
Kebebasan agama. Terhadap pondasi dasar dalam Islam, sifat toleransi yang cantik dalam agama Islam. Islam juga mengajarkan untuk adanya diskusi dan dialog dengan umat selain umat Islam dengan cara yang baik dan santun. Pergerakan dalam dunia kebebasan untuk mengembangkan rasionalitas dan revitalisasi. Tujuan dari adanya ide dan konsep adalah kematangan dalam akal untuk meningkatkan dikehidupan manusia dan juga memperbaiki akhlak menjadi lebih baik. Pergerakan pemikiran tak akan pernah berhenti .
Islam mengajak untuk kebebasan dalam berfikir dan mencoba melepaskan keterkungkungan dari perssure dari pemerintah dan menjauhkan dari kebiasaan dan Taklid Buta. Diperintahkan untuk selalu melihat dari keagungan ciptaan Allah dan terus mencoba untuk kita semua berfikir. Bahkan Nabi Muhammad juga terkadang dalam permasalahan–permasalahan yang ada, juga meminta pendapat dari para sahabatnya. Itu salah satu bukti bagaimana Islam memberikan ruang kebebasan berpendapat dan bersuara.
Di sini penulis mengklasifikasikan terhadap beberapa bagian :
Islam Jalan Modernitas
Multi Ideologi
Ijtihad Dalam Islam
Khilafah Islamiyah
Syura &Demokrasi
Partai (Party) dan Politik
Islam Memilih Jalan Modernitas
Bukan setiap perubahan itu menunjukan modernitas atau kemajuan`. Modernitas secara etimologi adalah adanya pergerakan dan adanya keinginan untuk maju. Itulah yang dikatakan dengan modernitas. Bahwasanya lawan kata dari modernitas adalah konservatif kemunduran. Dan sifat moderat dalam Islam itu mengantarkan kepada modernitas. Tapi yang terpenting harus adanya keseimbangan yang bertendensi dengan keadilan dalam tiap personal umat. Perlu juga bagi kita menyatukan seluruh komponen masyarakat, suku, ras, peradaban. Untuk tergapainya modernitas.
Jadi jalan yang ditempuh oleh agama Islam untuk terjadinya modernitas maka harus adanya keseimbagan dan keadilan itu hal yang penting. Dan wajib untuk faham semua kalangan.
Multi Ideologi
Arti dari ta’addudiyah adalah bervarian dan berbeda, mempunyai kekhususan. Quran juga telah menerangkan dalam ruang lingkup dari ta’addudiyah dalam persatuan. Di sana ada ras, suku, kabilah, syariat. Banyak ayat Al-Quran yang menerangkan tentang masyarakat dan perbedaan itu (Dalam surah Ar- Rum ayat 22.). Ada juga Islam menerangkan untuk adanya perkenalan sesama bisa ditemukan dalam surah Al- Hujurat ayat 13. Itu semua contoh yang menunjukan atas nama ta’adudiyah .
Ijtihad Dalam Islam
Bahwasanya Islam adalah risalah terakhir dalam ajaran agama. Tidak ada wahyu setelah Al Quran, begitu pun tak ada kenabian setelah itu. Hukum ijtihad fardu kifayah.
Dari motivasi akan terjadinya ijtihad dan kepentingannya adalah :
1- Kekalnya ajaran Islam karena penutup risalah kenabian
2- Agama yang universal
3- Menghalau bid’ah dari hukum–hukum Islam
4- Tak akan ada habisnya nash–nash Quran dalam mengatasi permasalahan
Syarat yang harus dipenuhi bagi mujtahid (orang yang berijtihad) :
- Faham Al-Quran
- Sunnah menjiwai
- Ilmu bahasa Arab
- Ushul Fikih
- Fikih
Khilafah Islamiyah
Dalam sistem Islam di sana ada pedoman dan tujuan ketuhanan yang terrealisasi dari sistem yang berbeda selaras dengan zaman dan tempat. Dan syura adalah langkah awal dan wajib untuk dilaksanakan oleh manusia untuk adanya kemakmuran dan membentuk masyarakat.
Khalifah adalah gelar untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (Khalīfah) dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". Pada awal keberadaannya para pemimpin Islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifah Allah" yang berarti perwakilan Allah (Tuhan) tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifah Rasul Allah" yang berarti "pengganti Nabi Allah" yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifah Allah". Meskipun begitu beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat Islam tersebut.
Khalifah juga sering disebut sebagai ( Amir Al Mu'minin) atau "pemimpin orang yang beriman" atau "pemimpin umat muslim" yang terkadang disingkat menjadi "emir" atau "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah diteruskan oleh Bani Abbasiyah dan Bani Usmaniyah setelah itu beberapa khalifah kecil berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara dan Mesir. Jabatan dan pemerintahan Khalifah berakhir dan dibubarkan dengan pendirian Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924 ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan oleh Majelis Besar Nasional Turki, yang kemudian digantikan oleh Kepresidenan Masalah Keagamaan (The Presidency of Religious Affairs) atau sering disebut sebagai Diyainah
Kelahiran Kekhalifahan Islam
Kebanyakan akademis menyetujui bahwa Nabi Muhammad tidak secara langsung menyarankan atau memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah kematiannya. Permasalahan yang dihadapi ketika itu adalah: siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad, dan sebesar apa kekuasaan yang akan didapatkannya ?
Keruntuhan Kekhalifahan
Keruntuhan kekhalifahanan terakhir Kekhalifahan Turki Usmaniyah terjadi akibat adanya persetuan di antara kaum nasionalis dan agamis dalam masalah kemunduran ekonomi Turki. Setelah menguasai Istanbul pasca-Perang Dunia I, Inggris menciptakan sebuah kevakuman politik dengan menawan banyak pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan khalifah dan pemerintahannya tersendat. Kekacauan terjadi di dalam negera sementara opini umum mulai menyudutkan pemerintahan khalifah yang semakin lemah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa Kamal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya sehingga ada dua pemerintahan saat itu; pemerintahan khilafah di Istanbul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara.
Walau kedudukannya tambah kuat Mustafa Kemal Pasha belum berani membubarkan khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak. Pengusulnya pun mencari alasan membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan melibatkannya dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah memuncaknya krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Mustafa Kemal Pasha sebagai ketua parlemen, yang diharap bisa menyelesaikan kondisi kritis ini.
Setelah resmi dipilih jadi ketua parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah saat itu, yang telah lemah dan digerogoti korupsi, ia dianggap murtad dan beberapa kelompok pendukung Sultan Abdul Mejid II terus berusaha mendukung pemerintahannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kamal Pasha. Malah ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia kemudian melakukan beberapa langkah kontroversial untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Misalnya, Khalifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dihapuskan.
Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kamal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional (yang kemudian disebut dengan "Kepresidenan Urusan Agama" atau sering disebut dengan "Diyaniah"). Pada tanggal 3 Maret 1924, ia memecat khalifah sekaligus membubarkan sistem kekhalifahan dan menghapuskan hukum Islam dari negara. Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai keruntuhan kekhalifahan Islam.
Saat ini, Diyaniah berfungsi sebagai entitas dari lembaga Shaikh al-Islam/Kekhalifahan [1]. Mereka bertugas untuk: "memberikan pelayanan religius kepada orang Turki dan Muslim di dalam dan di luar negara Turki". Diyainah memiliki kantor pusat di Ankara, Turki.
Diyaniah adalah sebuah lembaga yang mewarisi semua sumber-sumber yang berhubungan dengan hal-hal religius dari Kekaisaran Ottoman, termasuk semua arsip kekhalifahan yang telah runtuh tersebut. Saat ini, Diyainah merupakan otoritas tertinggi Muslim Sunni. Diyainah juga memiliki kantor cabang di Eropa (Jerman).
Perbedaan utama antara kekhalifahan dengan Diyainah adalah Diyainah, tidak seperti kekhalifahan yang mengurusi masalah negara, hanya berfungsi sebagai lembaga keagamaan. Hal ini sesuai dengan prinsip sekularisme Turki yang memisahkan urusan Agama dengan urusan negara.
Sempat muncul keinginan dan gerakan untuk menyendirikan kembali kekhalifahan setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman tetapi tak ada satu pun yang berhasil. Hussein bin Ali, seorang gubernur Hejaz pada masa Kekaisaran Ottoman yang pernah membantu Britania raya pada masa Perang Dunia I serta melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Istambul, mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dua hari setelah keruntuhan Ottoman. Tetapi klaimnya tersebut ditolak, dan tak lama kemudian ia di usir dari tanah Arab oleh keluarga Saudi, yang sama sekali tidak peduli akan nasib kekhalifahan.
Sultan Ottoman terakhir Mahmud VI juga melakukan hal yang sama untuk mengangkat kembali dirinya sebagai Khalifah di Hejaz, tetapi lagi-lagi usaha tersebut gagal. Sebuah pertemuan diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian kembali kekhalifahan. Tetapi, hanya sedikit negara Muslim yang berpartisipasi dan mengimplentasikan hasil dari pertemuan tersebut.
Perbandingan Kekhalifahan Dengan Sistem Pemerintahan Lain
Khalifah sangat berbeda dari sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia, seperti disebutkan di bawah ini:
• Dalam kedudukan monarki, kedudukan raja diperoleh dengan warisan. Artinya, seseorang dapat menduduki jabatan raja hanya karena ia anak raja. Jabatan khalifah didapatkan dengan bai'at dari umat secara ikhlas dan diliputi kebebasan memilih, tanpa paksaan. Jika dalam sistem monarki raja memiliki hak istimewa yang dikhususkan bagi raja, bahkan sering raja di atas UU, maka seorang khalifah tak memiliki hak istimewa; mereka sama dengan rakyatnya. Khalifah ialah wakil umat dalam pemerintahan dan kekuasaan yang dibaiat buat menerapkan syariat Allah SWT atas mereka. Artinya, khalifah tetap tunduk dan terikat pada hukum Islam dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan terhadap kepentingan rakyat.
• Dalam sistem republik, presiden bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suaranya (misal: parlemen). Rakyat beserta wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah, walau bertanggung jawab pada umat dan wakilnya, mereka tak berhak memberhentikannya. Khalifah hanya dapat diberhentikan jika menyimpang dari hukum Islam, dan yang menentukan pemberhentiannya ialah mahkamah mazholim. Jabatan presiden selalu dibatasi dengan periode tertentu, sebaliknya, seorang khalifah tak memiliki masa jabatan tertentu. Batasannya, apakah ia masih melaksanakan hukum Islam atau tidak. Selama masih melaksanakannya, serta mampu menjalankan urusan dan tanggung jawab negara, maka ia tetap sah menjadi khalifah.
Demokrasi dan Syura
Apa definisi demokrasi : sebenarnya demokrasi itu tumbuh sebelum dakwah Islam. Istilah itu lahir ketika di Yunani bermakna hukum rakyat . Bahwasanya hukum demokrasi berasal dari Yunani kuno. Dalam demokrasi orang mengenal istilah one man one vote. Dengan satu orang satu suara maka tak ada lagi istilah Muslim atau Kafir ulama atau orang bodoh ahli maksiat atau orang shalih dan seterusnya. Semua suara bernilai sama di hadapan ‘Hukum’. Walhasil, keputusan yang terbaik adalah keputusan yang diperoleh dengan suara mayoritas. Lalu bagaimana dengan sistem Islam? Siapakah yang patut didengar suaranya?
Dalam ketatanegaraan Islam dikenal istilah 'ahli syura'. Posisinya yang sangat penting membuat keberadaannya tidak mungkin dipisahkan dengan struktur ketatanegaraan. Karena bagaimana pun bagusnya seorang pemimpin ia tetap tidak akan pernah lepas dari kelemahan, kelalaian atau ketidaktahuan dalam beberapa hal. Sampai-sampai Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pun diperintahkan untuk melakukan syura. Apalagi selain beliau tentunya. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah mengatakan: "Jika Allah mengatakan kepada Rasul-Nya -padahal beliau adalah orang yang paling sempurna akalnya, paling banyak ilmunya dan paling bagus idenya- 'Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu' maka bagaimana dengan yang selain beliau?" Kata asy-syura (الشُوْرَى) adalah ungkapan lain dari kata musyawarah (مُشَاوَرَةٌ) atau masyurah (مَشُوْرَةٌ) yang dalam bahasa kita juga dikenal dengan musyawarah, sehingga ahli syura adalah orang-orang yang dipercaya untuk diajak bermusyawarah . Disyariatkannya Syura Allah ta'ala berfirman: "Maka bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (Ali Imran: 159) Juga Allah memuji kaum mukminin dengan firman-Nya.
Kedua ayat yang mulia itu menunjukkan tentang disyariatkannya bermusyawarah. Ditambah lagi dengan praktek Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang sering melakukannya dengan para shahabatnya seperti dalam masalah tawanan perang Badr, kepergian menuju Uhud untuk menghadapi kaum Musyrikin, menanggapi tuduhan orang-orang munafiq yang menuduh 'Aisyah berzina, dan lain-lain. Demikian pula para shahabat beliau berjalan di atas jalan ini. Ibnu Hajar berkata: "Para ulama berselisih dalam hukum wajibnya."
Pentingnya Syura. Syura teramat penting keberadaannya sehingga para ulama di antaranya Al-Qurthubi mengatakan: "Syura adalah keberkahan . Dan hukum yang ada di dalam Islam adalah khilafah .
Sebenarnya hakikat dari sebuah agama adalah mensucikan diri dan menjernihkan hati, menampakan ketaatan. Merasakan keagungan Allah dan menjaga keseimbangan dunia.
Agama dan Politik
Bahwasanya agama dan politik saling berkaitan. Tentunya kaum sekularis sangat tidak sepakat, bahwasanya di dalam Islam ada kaitannya dengan negara atau politik. Karena mereka takut Islam akan masuk dalam tataran aplikatif diundang–undang yang akan dibuat. Jika seandainya Islam memimpin suatu negara. Atau masuk ke pemerintahan. Dengan cara banyaknya partai yang ada, Islam masuk ke dunia politik.
Kaum sekularis mempunyai statemen bahwasanya agama itu suci dan tidak boleh untuk masuk dalam ranah kepartaian. Itu biasanya syubhat yang biasa diberikan dan dilemparkan oleh mereka. Dan sebab selanjutnya mereka akan berargumen dan tentunya jika partai (party) Islam diperbolehkan untuk masuk ranah politik maka setelah mereka mendapatkan kursi yang banyak di parlemen. Akan adanya kerusakan. Tendensinya apa? Karena mereka menggunakan sistem Tuhan dan bagi yang tidak mengikuti jejak mereka. Maka akan Kafir atau Fasiq. Ada pun asumsi mereka selain itu. Kalau umat Islam dengan partainya memimpin dan diperbolehkan, maka masjid akan dijadikan ruang untuk menguatkan barisan mereka. Dan dilarang selain untuknya. Hubungan antara agama dan politik itu ada pengaruh dalam tatanan masyarakat.
Tapi perlu diperhatikan adalah sifat fanatik yang sangat kental terjadi disekitar kita, banyak partai Islam. Di antara mereka saling memberikan pendapat yang menyakitkan saudaranya. Kenapa mereka melakukan itu semua. Sifat fanatik yang beku di dalam otak dan pemikirannya? Bahkan fanatik itu ada yang bersifat individu dan kelompok .
Penutup
Tak ada sistem yang komprehensif selain Islam. Itu tentu dan pasti. Hal mutlak tak terbantahkan. Islam memberikan hak ke setiap manusia siapa pun dia. Suku, atau pun ras. Islam melihat dari ketakwaan. Kebebasan ideologi, berpendapat, bahkan agama Islam mempunyai toleransi yang tinggi. Di dalam hukum Islam banyak kebaikan yang terkadang kita “sempit” melihatnya. Kebodohan itulah awal mulanya.
Sistem pemerintahan, perpolitikan, semua telah diatur dengan baik. Islam terpisahkan dari lini kehidupan manusia, hal yang mustahil. Tidak rasional.
jadi mari kita bawa semua sistem yang ada di dalam Islam untuk masuk semua lini kehidupan, karena Islam tak membatasi semua itu selama tidak menggangu orang lain dan tak ada yang dirugikan. Mari kita bangkitkan hukum Islam ditengah tengah dunia yang rusak ini. Jadi tulisan sederhana ini adalah bentuk ketidakpuasan penulis terhadap orang yang suka menyebarkan fitnah bahwa Islam melarang dan tidak sejalan dengan dunia rasionalitas, karena Islam agama yang penuh rasional dan Islam agama yang menjadi norma norma rasionalitas. Wallahu A`lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar