Rabu, 20 Juni 2012

Ulasan Singkat Tentang Perspektif Gender

Dalam bahasa Inggris, Gender secara etimologi adalah jenis kelamin. Sedangkan secara terminologi bermakna, suatu konsep kultural yang membedakan (distinction) dalam hal peran, mentalitas, karakteristik yang dilakukan seorang lak-laki atas perempuan dalam masyarakat.

Di dalam ayat Al-Quran kesetaraan gender bisa kita temukan di dalam surah Al-Baqarah ayat 35. Ayat ini menggunakan dhomir mutsanna yang menunjukan kepada dua orang atau yang dalam bahasa Arab kita ketahui dengan kata huma. Dalam ayat ini, keduanya, Adam dan Hawa mempunyai fasilitas yang sama. Jadi tidak ada perbedaan atau diskriminasi dalam hal fasilitas..

Dan akan kita temukan di dalam surah Al-Baqarah ayat 187, yang artinya, mereka adalah pakain bagimu, dan kamu adalah pakain bagi mereka. Jadi kesetaran gender itu sudah dijelaskan di dalam Al-Quran. Bahkan dalam Islam siapapun bisa menjadi khilafah jika hal itu mampu dia laksanakan. Tak melihat apakah ia perempuan atau laki-laki. Kemudian dalam surah An-Nissa ayat 124, Islam tidak membedakan apakah itu laki atau perempuan, yang jelas jika taat dalam melaksanakan perintah Allah maka ia bisa masuk ke dalam surga. Kemudian di dalam surah Nissa ayat 75, menyebutkan harus adanya pembelaan suatu negeri yang di sana adanya penindasaan terhadap perempuan.

Jadi sebenarnya tidak ada istilah “laki-laki di atas perempuan.” Jika kita perhatikan perjalanan histori, di zaman Nabi, Aisyah ra. turut memperjuangkan Islam dan kita pun tahu bagaimana istri Nabi banyak yang membantu peperangan dan masalah kedokteran atau menyediakan makanan ketika pertempuran. Semuanya sama dalam hal tugas dan perjuangan. Seorang perempuan mempunyai persamaan. Tak ada namanya diskriminasi sosial dan budaya.







Interpretasi dalam wawasan gender

Ada beberapa ayat di dalam Al-Quran yang sering didiskusikan karena selalu meninggikan dan mengutamakan kaum laki-laki. Misalkan dalam hal warisan, surah Annisa ayat 11. Juga dalam masalah persaksian bisa kita tengok di dalam surah Al-Baqarah ayat 228. Atau laki-laki menjadikan pemimpin bisa kita temukan di dalam surah Annisa ayat 34. Tetapi di dalam masalah ini bukan berarti adanya pendiskreditan kepada kaum perempuan. Untuk memahami ayat–ayat itu mungkin bisa merujuk kepada fungsi dan peran sosial di dalam masyarakat sangat historikal.

Al-Quran dan Nabi Muhammad telah mengangkat derajat kamu perempuan yang sebelumnya biasa ditindas kamu Jahiliyah. Dalam melihat hak asasi perempuan, kita tidak hanya memperhatikan buku-buku fikih saja, mestinya dilihat bagaimana kedudukan perempuan sebelum Islam. Misalnya yang didapat perempuan dalam hal warisan dibandingkan laki-laki. Perempuan mendapatkan separoh dari laki-laki. itu membuat masyarakat shock, karena melanggar great tradition( tradisi yang kental) di zaman itu. Sebab sebelum Islam turun, pembagian warisan itu kepada kabilahnya, diserahkan kepada kaum laki-laki yang sudah dewasa. Yang belum dewasa dihukumi sama dengan perempuan, tidak mendapatkan warisan. Karena laki-laki dewasa bisa mempertahankan serangan dari pihak luar oleh karena itu mereka mendapatkan hak istimewa dibandingkan perempuan atai laki-laki yang belum dewasa.

Salah satu upaya Al-Quran dalam menghilangkan ketimpangan peran gender tersebut dengan cara adanya rekontruski struktur yang ada di dalam kabilah yang bercirikan patriaki, menjadi masyarakat ummah yang bilateral dan demokratis. masyarakat ummah standarisasinya adalah prestasi dan kualitas. Tanpa membedakan ras dan suku bangsa.

Praktek kesetaraan gender di masa Nabi

Kehidupan di masa Nabi telah mengalami kesetaraan gender. Masalah ini tercemin dari pembagian warisan, yang sebelumnya, perempuan tidak mendapat warisan. Tetapi setelah Islam dating perempuan mendapatkan bagian setengah harta warisan. Yang sebelumnya juga tidak diperbolehkan untuk menjadi saksi, setelah Islam datang maka kesaksian perempuan diperbolehkan. Begitu pun masalah yang berkenaan dengan pembatasan pernikahan seorang laki-laki. Sebelum Islam datang, tidak ada batasan untuk menikahi perempuan berapapun yang diinginkannya, yang kemudian Al-Quran membatasi cukup 4 orang kaum perempuan saja yang nikahi. Itulah yang pernah dilakukan ketika masa Nabi.

Dan para perempuan berhak mengembangkan kualitas diri. Entah itu dalam hal politk atau ekonomi. Dan itu terjadi ketika Islam turun ke muka bumi, sebelumnya, tak ada peluang seorang perempuan untuk mengembangkan kualitas diri.

Tak ditemukan di dalam Al-Quran dan Hadist yang melarang kaum perempuan untuk berpolitik, justru sebaliknya banyak ditemukan di dalam nash agar laki-laki dan perempuan untuk selalu itqon dengan pekerjaaan yang di tekuninya..

Itulah yang bisa penulis sampaikan kepada sahabat semua. Bahwasanya di zaman sekarang ini, kita lebih melihat kepada kualitas, intregritas, dan kapabilitas sesorang. Bukan kepada jenis kelamin. Tetapi kepada peran seseorang dalam melaksanakan suatu perkara. Tidak harus terkungkung dengan suku atau jenis kelamin. Yang lebih penting adalah kualitas diri yang menjadi standar kita layak jual.

Tidak ada komentar: