Selasa, 19 Juni 2012

Oh Tuhan Jagalah Timur Tengah







Prolog


Politik selalu identik dengan kelicikan – konspirasi – peperangan – debat – kecerdasan – retorika – jabatan – undang undang. Dan sebab politik pun semua menjadi bisa. Kalau kita bertanya ke politikus dua tambah dua berapa? Maka akan dijawab lima, dan ditanya lagi, kenapa lima? Iya sebab satunya lagi saya simpan di dalam dompet saya dan itu sah sah saja kalau yang menjawab itu politikus. Dan beda, jika kita menanyakan itu ke ekonom, maka akan dijawab dua tambah dua adalah empat.


Timur tengah selalu hangat di media massa, dari : tv, newspaper, radio. Tidak akan pernah terlepas dari sorotan dunia. Mulai dari sosial sampai dunia politik, itu bukti bahwasannya kawasan Timur Tengah selalu indah, "indah" bagi wartawan dan indah bagi kelompok  yang mempunyai kepentingan.

Zaman terus bergulir dan waktu pun "menggila" ketika dengar Timur Tengah berkecamuk lagi. Kita tak perlu heran apalagi shock  dengar atau pun melihat kekejaman politik yang ada di Timur Tengah ; mulai dari Mesir sampai Suriah.


Timur tengah sudah tertulis dalam tinta darah para sejarawan ketika menjelaskan bagaimana darah rakyat Palestina mengalir dan mewangi di tanah suci. Dan menceritakan perjuangan mempertahankan Masjidil Aqsha dari tangan tangan pendosa Yahudi. Tapi, dunia Arab diam dan membisu bahkan mati rasa.

Bukan berarti bangsa Arab tidak ambil peduli, mereka meletakan hati ke bumi Palestina. Mereka teriak, bahkan mengiba kepada pemerintah dan hasilnya berlakulah demonstrasi dan itu hanya sebuah catatan kosong sebuah sejarah.


Hormat setinggi tingginya kepada para pembela Palestina; rakyat  : Mesir, Suriah, Kuwait, Saudi dan sebagainya mendoakan kebangkitan Timur Tengah. Imperalisme itu racun buat dunia dan terkhusus bangsa Arab. PBB masih menjadi penjara bagi Palestina.

Sampai kapan?

Sampai dunia Arab bersatu. Tanpa adanya persatuan  maka tak akan ada namanya kemerdekaan di bumi Palestina, bersatu dari elemen masyarakat sampai ke pemerintah.  Selain Palestina, coba kita mengingat invasi Amerika di Afganistan, belum lagi perang saudara Iran dan Irak  dan lain sebagainya.

Mudah bagi Amerika dan sekutunya mengubah dunia, dari semua konspirasi yang diciptakan akan memberikan keuntungan yang besar buat Barat. Yang paling prioritas adalah perpecahan di dalam Islam. Dan itu tujuan terbesar Amerika setelah hangusnya komunisme.


25 Januari 2011 jatuhnya rezim Husni Mubarak, rezim yang sudah kokoh dengan ketamakannya, kesombongannya, akhirnya dengan Izin Allah dan usaha yang kuat dari rakyat maka rezim otoriter itu tersungkur dari kebutaannya.

Nasib akhir dari keluarga Mubarak juga tidak pasti. Mantan presiden dan dua putranya telah ditahan, hal ini tidak pernah terbayangkan oleh kalangan manapun. Mubarak tampaknya memilih tinggal di penjara sampai ia meninggal secara wajar.


Sampai sekarang investigasi oleh pihak pengadilan telah menemukan bukti-buti bahwa mereka bersalah dan telah melanggar menghukum termasuk terlibat dalam kasus pembantaian para demonstran di Tahrir dan beberapa daerah lain di Mesir.


Beberapa kalangan mendukung hukuman penjara sebagai bukti tegaknya supremasi hukum, dan kalangan yang lain mendukung hukuman itu sebagai peringatan bagi presiden yang baru. Yang lain percaya bahwa keluarga Mubarak telah dihukum cukup dengan dilengserkan secara tidak terhormat dan dipermalukan karena mereka benar-benar melanggar hukum.


Para jenderal telah menahan Mubarak dan anak-anaknya serta para kroninya untuk menyelidiki tuduhan menyalahgunakan kekuasaan dan memperkaya pribadi dengan mengorbankan rakyat. Pemerintah mengatur seluruh kontrak perjanjian ekonomi dengan pengusaha kelas kakap termasuk penjualan tanah, pengaturan privatisasi dan kegiatan ekonomi lain dari rezim sebelumnya berada di bawah pengawasan Mubarak.


Kroni-kroni Mubarak telah ditahan dan diinterogasi tentang dugaan KKN. Misalnya, Ahmad ‘izz, yang memiliki 70% dari industri baja dan 50% dari industri keramik, dan memiliki kekayaan bersih diperkirakan hampir dua miliar dolar Amerika, Ahmad Izz adalah seorang pejabat senior partai Presiden Mubarak dan teman dekat Gamal Mubarak. Dia ditangkap 17 Februari.


Diinvestigasi oleh pihak berwenang dan saat ini telah dipenjara atas tuduhan korupsi pengadaan plat nomor kendaraan Mesir yang diimpor dari Luar negeri dengan harga yang sangat tinggi. Pada bulan Februari publik terfokus kemarahan terhadap ‘Ezz, rakyat membakar salah satu flat miliknya di Kairo untuk mengekspresikan penolakan kroni kaya presiden tersebut.


Habib Adly, Menteri Dalam Negeri Mubarak selama 13 tahun, juga menjadi target kemarahan rakyat dan pengawasan resmi pihak pengadilan. Dia diadili dan dihukum karena terjerat kasus korupsi. Hakim memberikan denda $ 2,5 juta, menyita semua asetnya, dan memutuskan untuk dipenjara selama 12 tahun. Ia juga diadili karena perannya mengawasi polisi, ketika para polisi diperintahkan untuk menembak para demonstran yang tidak bersalah selama Revolusi 18 hari, membiarkan 850 warga tewas ditangan gengster dan polisi. Selain itu juga habib Adly adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kaburnya 95.000 tahanan di seluruh wilayah Mesir.


Alam revolusi pasti dengan darah, tak ada term revolusi persuasif atau revolusi diplomatik itu palsu sebab revolusi pasti banyak yang hilang nyawa, dan itulah hasil dari perjuangan, darah adalah suara. Dan ada yang mengatakan " melakukan revolusi itu dengan lembut". Itu sungguh lucu.


Terjadinya ketimpangan sosial, ekonomi, tak ada kebebasan bersuara, maka rakyat akan bergerak untuk melepaskan tali kerakusan dan kekuasaan dengan paksa, manusia adalah makhluk yang berfikir, bisa baca lingkungan. Jadi akan melakukan gerakan dan mobilisasi untuk menggapai perubahan.


Ketidakpastian kondisi politik Mesir masalah utama di Mesir Selama beberapa dekade, Mubarak memimpin sebuah sistem otoriter yang ketat di balik demokrasi palsu. Mesir memiliki parlemen yang dipilih secara langsung oleh Rakyat, tetapi Mubarak dan kroni-kroninya melakukan kecurangan dalam setiap Pemilu sehingga partainya mendapat 69% dari kursi di 2005 dan kemudian 81% pada tahun 2010.

Sebagian besar media elektronik khususnya radio dan media televisi dikontrol ketat oleh Pemerintah. Polisi di bawah kendali Menteri Dalam Negeri Habib al Adly, yang korup, juga dibawah kendali Mubarak.



Relevansi Barat Dan Revolusi


Barat sejak jatuhnya khilafah di Turki 1923- 1924 mereka terlalu angkuh untuk menjajah negeri negeri Islam, semakin berani menginjak harga diri umat Islam. Berani teriak di telinga umat Islam, bahkan merendahkan wibawa umat Islam.

Penjajahan mental, ekonomi, politik, budaya sudah mewarnai dunia Islam.  Islam tanpa khilafah, kelam. Khilafah memberikan kekuatan untuk menjawab semua keluh kesah perjuangan. Barat tepuk tangan dengan perang saudara di dunia Arab. Banyak kepentingan Barat di dunia Islam.


Apa yang terjadi di Timur Tengah? berawal dari Tunisia. Ketika tingginya harga kebutuhan pokok tidak sebanding kenaikan upah buruh dan pekerja. Masyarakat menuntut penurunan harga-harga kebutuhan pokok menuntut kesejahteraannya. Tingginya harga kebutuhan pokok yang hampir tidak terjangkau oleh pendapatan masyarakat Tunisa membuat ketimpangan terjadi dimana-mana. Aksi demonstrasi menuntut pemerintah menurunkan harga kebutuhan pokok terjadi dimana-mana.


Puncak kekecewaan terhadap pemerintah Tunisia adalah ketika seorang pemuda berusia 26 tahun melakukan aksi bakar diri di depan gedung pemerintah Tunisia. Aksi itu dilakukan oleh Mohamed Bouazizi pemuda berusia 26 yang kecewa frustasi terhadap perlakuan kasar polisi dan selalu ditolak ketika ingin menemui dewan kota, membuat pedagang sayur yang gerobaknya disita karena tak memiliki izin itu sebabnya dia membakar diri.


Ia melakukan hal itu tepat di luar gedung dewan kota. Akibat kejadian itu, gelombang aksi demonstrasi yang terjadi sejak pertengahan Desember tahun 2010 itu menuntut presiden Zine El Abidine Ben Ali mundur semakin besar.

Presiden yang telah memimpin Tunisa selama 23 tahun itu di demo warganya hingga memakan korban mencapai 78 orang meninggal dunia. Bahkan informasi yang dikeuarkan PBB menyebutkan jumlah rakyat yang meninggal sebenarnya mencapai 100 orang. Akhirnya, sang presiden mundur pada 14 Januari 2011 setelah mendapatkan tekanan hebat dari rakyatnya.


Bagi pemuda umur 26 tahun itu, aksi bakar diri itu dianggap lebih baik dibanding harus menganggur dan tidak mampu menopang kehidupan keluarga besarnya yang sangat tergantung padanya sebagai pedagang buah dan sayur untuk menopang hidup delapan anggota keluarganya dengan penghasilan kurang dari US$150 sebulan.  Cita-citanya kata teman dan keluarganya, adalah mengembangkan usahanya dari pedagang bergerobak menjadi penjual buah dan sayuran dengan kendaraan truk bak terbuka.


Sebab penguasa penguasa Timur Tengah terlalu rakus jabatan dan mempunyai sifat diktator. Bisa kita katakan bahwa pembuka revolusi Timur Tengah adalah Muhamad Bouazizi yang polarisasi dari tindakannya itu mendapatkan respon yang besar dari para pemuda di negara tetangganya untuk melakukan gerakan yang sama untuk melakukan pergantian pemerintah yang baru.


Tapi, sebenarnya bukan hal yang fundamental bahwa Muhamad Bouazizi itu alasan utama adanya revolusi, yang pasti alasan mendasar adalah penindasan, ketidakadilan, kerakusan pemerintah menyebabkan adanya gelombang revolusi.



Apa ada kaitan dengan Barat dari revolusi yang terjadi di Timur Tengah?!

Mungkin tidak dan bisa juga iya..

Kenapa tidak?

Sebab kalau dilihat dari keadaan pemerintah yang rusak, ketimpangan ekonomi, sosial, tidak ada kebebasan mengkritik, ketidakadilan itu walau tanpa adanya konspirasi itu akan terjadi dengan sendirinya.

Dan kalau iya, dimana letak keterkaitan itu?


Tanpa adanya konspirasi maka tak akan mungkin serentak berlakunya revolusi ini, pasti ada dalang dari semua yang ada.  Arab itu sudah ada bensin dalam hati mereka, tinggal disulut saja itu sudah terbakar kemarahan mereka.


Dan ini bisa jadi adalah konpirasi dari Barat dengan satu tujuan. Menghilangkan isu Palestina dari dunia Arab atau menyampaikan kepada dunia bahwa Arab adalah kaum yang terbelakang dan stigma negatif itu akan melekat pada orang orang yang terprovokasi dari asumsi itu.

Dan dalam hal ini Barat adalah pihak yang paling berpeluang untuk menunggangi propoganda di Timur Tengah. Karena Baratlah satu–satunya pihak yang mengemban ideologi dalam skala negara yang kuat.







Ancaman konspirasi Revolusi oleh Barat

Barat menginvasi gerakan revolusi Timur Tengah dengan berbagai jalan, antara lain:
1- Memanfaatkan politisi boneka
2- Utang
3- Intervensi militer
4-  Perang opini di media massa.


 a. Memanfaatkan Politisi Boneka


Menempatkan politisi boneka merupakan salah satu cara yang sering dimainkan oleh Barat untuk mengendalikan negara–negara di dunia Islam. Dalam revolusi Timur Tengah ini pun Barat masih menggunakan permainan ini. Tengoklah para penguasa negeri–negeri Muslim saat ini, bisa dikatakan semua penguasa negeri–negeri Muslim saat ini adalah boneka Barat, baik dari kubu Eropa maupun kubu Amerika.


Bahkan para mantan penguasa yang telah digulingkan dalam revolusi ini pun sejatinya adalah para boneka mereka. Setelah boneka lama ditumbangkan, mereka pun telah bersiap memasang boneka baru. Lihatlah pengganti Ben Ali: Moncef Marzouki yang selama ini menjalankan peran politiknya di Prancis . Tanyakanlah juga siapa Jenderal Sulaiman yang de facto menjadi pemimpin sementara Mesir pasca turunnya Mubarak?! Dia adalah tokoh yang sangat dekat dengan Amerika.



b. Jerat Utang Atas Nama Bantuan Keuangan


Barat dengan instrument lembaga keuangan dunianya selalu menggunakan tawaran manis “bantuan keuangan untuk pembangunan” guna menjerat negara–negara dunia Islam hingga negara–negara tersebut kehilangan independensinya dan tunduk pada arahan  sang "hero" dari Barat.


Tentang krisis ekonomi. Pengusaha memprediksi situasi ekonomi dalam kondisi bencana/revolusi kemungkinan menjadi lebih buruk. Tidak hanya sumber dari pariwisata, sumber penting pendapatan negara lainnya juga berhenti, investasi asing telah mengering karena masa depan tidak pasti.


Ratusan ribu buruh pabrik melakukan mogok kerja sebagai perubahan rezim Mesir, mereka menuntut kenaikan upah dan gaji. Sebuah rumor jalanan yang populer adalah bahwa Presiden Mubarak, seluruh keluarga serta kroni-kroninya telah mencuri puluhan miliar dan ketika uang itu disita dan ditemukan akan dibagi dan diberikan kepada setiap rakyat Mesir.


Pasca revolusi Mesir dan Tunisia tengah masuk dalam jerat hutang ini dengan disetujuinya bantuan dana lebih dari 20M US $ dari negara G–8 . Jerat hutang ini tentu saja akan membuat Tunisia dan Mesir tetap berada dalam dominasi ekonomi kapitalis ribawi.


IMF pun tak ketinggalan untuk memperkuat jeratan hutang tersebut dengan memberikan utang 3M US $ berbunga 3% untuk menutup defisit APBN dan defisit perdagangan luar negeri Mesir. Setahun lebih setelah revolusi, kondisi perekonomian Mesir belum juga stabil. Siapa yang hendak membantu negara ini? Sejumlah 70 persen warga Mesir mengkhawatirkan kehancuran ekonomi dan keamanan Mesir pasca-revolusi yang menumbangkan Presiden Hosni Mubarak.



c. Intervensi Militer


Intervensi Militer oleh Barat sangat jelas terlihat dalam revolusi Libia. Beberapa negara Eropa yang tergabung dalam NATO terlibat langsung dalam sandiwara mendukung perjuangan ummat menggulingkan Qaddafi. NATO yang didominasi oleh Perancis mengerahkan tentara bersenjata untuk membantu pihak oposisi menggulingkan Qaddafi. Dalam waktu beberapa bulan, tentara oposisi Libya yang didukung NATO berhasil memenangkan pertarungan dengan tewasnya Muammar Qhadafi pada Jum’at (21/10) lalu .


Bantuan Barat dalam penggulingan Qaddafi sejatinya hanyalah untuk mewujudkan kepentingan Barat, bukan untuk membantu rakyat Libya meraih apa yang diinginkannya. Kepentingan Barat menggulingkan Qaddafi tiada lain adalah menguasai minyak Libya yang sangat berlimpah.


d. Perang Opini di Media Massa


Barat dengan penguasaan modalnya yang luar biasa besar sanggup mengendalikan arus informasi yang beredar di media massa. Media massa yang ada seperti televisi, warta digital, newspaper, radio, dsb tidak selalu menayangkan realitas apa yang sebenarnya terjadi secara objektif tetapi mereka selalu menanyangkan apa yang mereka inginkan.


Sebagai contoh, selama ini media selalu mewartakan bahwa para pengunjuk rasa dalam gerakan revolusi itu menuntut demokratisasi tanpa pernah menayangkan yang mewartakan adanya tuntutan penerapan syari’ah Islam. Kalau pun ada itu hanya sedikit. Padahal faktanya, tuntutan tersebut selalu ada dalam setiap arus revolusi Timur Tengah ini. Hal ini seperti yang terjadi pada Jumat 18 November 2011 di Lapangan Tahrir ketika ribuan demonsran mengibarkan bendera  yang bertuliskan syariat Islam. Demikian juga dengan berbagai seruan kepada Islam yang diserukan Tunisia, Suriah, dan lainnya .


Adanya pencurian arah revolusi Timur Tengah bukan hanya sebatas prasangka buruk kaum Muslimin terhadap Barat saja, melainkan juga pengakuan Barat sendiri. Mantan MenLu AS era Goerge W. Bush; Condoleezza Rice memperkenalkan sebuah istilah “Timur Tengah Baru” pada tahun 2006. Program “Timur Tengah Baru” ini bertujuan untuk melemahkan rezim berkuasa dan  mengantarkan kelompok oposisi ke tampuk kepemimpian .


Tujuan utama dari proyek ini adalah menciptakan Timur Tengah yang baru, yang tunduk dan patuh pada Amerika dengan kedok penyebaran demokrasi di wilayah Timur Tengah .

Akibat pengaburan makna ini, maka wajar jika hingga saat ini setelah hampir satu tahun gelombang revolusi berjalan ; ummat belum juga mendapatkan apa yang mereka tuntut. Yang terjadi hanyalah pergantian kepemimpinan tanpa disertai perubahan yang berarti dalam sistem pemerintahannya.


Tentu saja hal ini tidak akan membawa banyak perubahan dalam kehidupan ummat. Besar kemungkinan jika hal ini dibiarkan begitu saja, maka yang akan terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, dan lain – lain tidak akan jauh berbeda dengan apa yang pernah terjadi di Indonesia pasca reformasi 1998 yang menumbangkan rezim Soeharto.


Jika ummat menginginkan perubahan yang akan membawa ke keadaan yang lebih baik, maka perubahan yang dilakukan harus memenuhi 2 (dua unsur): pertama : menjadikan Islam secara utuh sebagai panduan ideologis dalam kehidupan bernegara dan yang kedua : menolak segala bentuk intervensi asing dalam kehidupan bernegara.


Selama ummat tidak memenuhi kedua unsur ini dalam perjuangan revolusi–nya maka ummat tidak akan mendapatkan apa–apa dari setiap tetes darah yang keluar  dari setiap nyawa yang terkorbankan. Akan tetapi, ummat tidak akan pernah dapat memenuhi kedua unsur tersebut sebelum mereka memahami Islam secara utuh sebagai sebuah agama sekaligus ideologi.


Maka, inilah tugas kita untuk memahamkan ummat tentang ideologi Islam yang dengannya ummat akan menjadi semakin cerdas dalam melihat setiap peristiwa terjadi dan tidak mudah dikelabui apalagi dikendalikan oleh Barat yang sangat memusuhi Islam. Menyadarkan ummat di segala lini karena revolusi itu digerakkan oleh semua kalangan. Menyadarkan ummat di setiap wilayah karena Islam adalah untuk seluruh dunia.


Islam dibalik revolusi


menurut Smith Alhadar, disebabkan karena partai Islam cenderung menekankan pada identitas. Fenomena didukung oleh globalisasi yang membanjiri Timur Tengah dan juga merongrong kebudayaan dan keyakinan mereka, sehingga terjadi disorientasi dan dislokasi dalam masyarakat itu.  Karena sebab itulah ada keinginan untuk mengembalikan identitas keislaman mereka. Mereka memerlukan negara untuk melindungi identitas.


Yang mengejutkan, ternyata pemenang pemilu demokratis di negara-negara Timur Tengah itu adalah partai-partai Islam, misalnya di Mesir, Tunisia dan Maroko. Sebelumnya di Turki. Demokrasi Timur Tengah ternyata memfasilitasi naiknya kekuasaan partai Islamis. Kelompok-kelompok Islamis di Indonesia menjadi sedikit lega atau mungkin mendapat tambahan semangat bahwa teman-teman mereka ternyata berkuasa di Timur Tengah pasca-Revolusi.



Siapakah aktor utama dari revolusi Arab ini? Apakah dari kelompok Islamis atau bukan?

Novriantony Kohar mengatakan sebelum kita tahu siapakah aktor-aktor penting yang bermain dalam lanskap politik Timur Tengah, jika kita ingin sederhanakan, ada tiga aktor sebenarnya yakni pertama negara, kedua adalah kaum Islamis dan ketiga adalah pendukung demokritisasi.


Negara, sudah gagal, misalnya di Mesir. Bayangkan tingkat buta huruf sampai 37 persen. Itu menakjubkan di sebuah negara yang sudah lama merdeka dan malang melintang di dalam mengurusi kehidupan sosial politik dan ekonomi di negaranya. Kegagalan-kegagalan negara seperti inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh kubu Islamis
.

Sebenarnya ada alternatif-alternatif yang diinginkan untuk mendorong proses demokratisasi dari kalangan non Islamis. Yang paling menderita juga dalam represi militer negara dan rezim-rezim arab ini sebenarnya adalah kalangan kiri dan sekular, karena mereka tidak punya medium lain dan podium resmi politik dikuasai oleh negara.


Begitu juga media untuk menyebarkan gagasan dan konsolidasi di tingkat bawah. Sementara kalangan Islamis mereka berhasi menggunakan masjid dan medium keislaman yang mereka bisa pakai untuk menggerakkan masyarakat.

Satu hal lagi yang mungkin tidak terpikirkan oleh negara-negara Barat adalah partai partai Islam yang tadinya menjadi kelompok terpinggirkan selama rezim-rezim itu berkuasa muncul menjadi pemenang lewat pemilihan umum, seperti Ikhwanul Muslimin dan Salafi di Mesir, Annahda (Tunisia), dan Partai Kebebasan serta Pembangunan (Maroko).


Partai-partai Islam ini seolah menjadi alternatif dan harapan terbaik untuk menggantikan rezim lama yang dipandang gagal. Kenyataannya, penguasa penguasa yang sudah tumbang itu memang gagal menghidupkan iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat atau berorganisasi. Bahkan kebijakan ekonomi mereka pun tidak mampu mengangkat kesejahteraan rakyat.


Kebangkitan Partai-partai Islam momentum amat penting dalam panggung politik. Ia bisa dikatakan sebuah keajaiban karena mampu mengubah sesuatu yang rasanya tidak mungkin menjadi kenyataan.

Ini pula yang memunculkan partai-partai Islam di Timur Tengah sebagai pemenang pada pemilihan umum setelah revolusi bergulir. Mereka berhasil memanfaatkan situasi di mana rakyat tidak ingin lagi melihat orang orang lama yang pernah menjadi kroni penguasa memimpin lagi.


Partai Annahda ( kebangkitan ) di Tunisia meraup 41 persen dari 217 kursi di dewan perwakilan rakyat pada pemilihan akhir Oktober tahun lalu. Mereka menarik suara pemilih dengan konsep rekonsiliasi. Annahda mengajak elite-elite dari bekas partai penguasa masuk dalam pemerintahan koalisi.

Partai Kebebasan dan Keadilan (Ikhwanul Muslimin) serta Partai Nur (kelompok Salafi) meraih suara mayoritas (sekitar 67 persen) dalam tiga tahap pemilihan di Mesir, yang pertama dalam 32 tahun sejak rezim Mubarak berkuasa kedua partai ini berhasil meraup suara terbanyak dengan mengajukan program.


Pemilihan umum yang digelar di Maroko November lalu juga memunculkan Partai Keadilan dan Pembangunan sebagai pemerintahan Islam pertama. Partai yang dipimpin Abdillah Benkirane meraup 107 dari 325 kursi di parlemen.

Di Mesir, Kubu Islam yang akan berkuasa mesti menghadapi persoalan kemiskinan. Sekitar 40 juta hanya hidup dengan US$ 2 per hari. Belum lagi sentimen anti-Israel yang terus meningkat pasca kematian lima polisi perbatasan Mesir dalam baku tembak dengan tentara negara Zionis itu. Kekerasan antara Islam dan Kristen juga makin meningkat.


Terkait perjanjian damai dengan Israel, kelompok Ikhwanul Muslimin mencoba bersikap pragmatis. Mereka menyatakan tetap akan menghormati Perjanjian Camp David yang diprakasai oleh Anwar Saddat. Hanya saja muncul gagasan untuk menggelar referendum dan menuntut perubahan sejumlah pasal dalam kesepakatan dengan negara Zionis itu.


Bagaimana dengan Libya?

Pengangguran dan kemiskinan juga menjadi tantangan besar yang mesti diselesaikan pemerintahan baru di Libya. Belum lagi konflik antar suku yang menjadi api permusuhan selama Qaddafi berkuasa. Suku-suku yang tidak menikmati kesejahteraan saat Qaddafi berkuasa selama 42 tahun menunjukkan kebenciannya terhadap kelompok yang dulu bekerja untuk rezim lama.

Di Maroko Partai Keadilan dan Pembangunan di Maroko juga menghadapi persoalan pengangguran dan tingginya harga kebutuhan dasar dan besarnya angka buta huruf.


Pertanyaan ini terkait soal apakah revolusi di negara-negara Arab bakal terus berlanjut dan seperti apa konstelasi politik Timur Tengah pasca-revolusi. Soalan pertama amat berhubungan dengan kepentingan negara-negara Barat. Mereka begitu mengagungkan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan.

Namun ada kesan pihak Barat tidak siap menerima kemunculan partai-partai Islam sebagai penguasa baru di Timur Tengah. Mereka khawatir negara-negara, seperti Mesir, Tunisia, Libya dan Maroko nantinya menjadi radikal.


Sikap ini begitu kentara saat Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Bill Burns hanya mau menemui pimpinan Ikhwanul Muslimin tanpa bersilaturahim ke Partai Nur yang dinilai lebih keras.

Bakal calon presiden dari Partai Republik, Rick Satorum juga menyebut yang terjadi di Mesir, Tunisia, Maroko dan Libya saat ini bukanlah demokrasi, lantaran mereka partai Islam.


Negara-negara Barat juga enggan mendukung pengunjuk rasa anti-Presiden Ali Abdullah Saleh di Yaman meski pasukan pemerintah bertindak brutal dengan membunuhi demonstran. Sebab, mereka meyakini Ali merupakan sekutu terbaik dalam memerangi jaringan Al-Qaidah di negara itu.

Contoh lain juga terjadi di Bahrain. Negara-negara Barat tidak membela kaum Syiah yang mayoritas berupaya menurunkan kesultanan Bahrain yang beraliran Sunni. Maklum saja, negara negara Barat tidak ingin Bahrain dikuasai kelompok Syiah yang tentunya bakal berafiliasi dengan Iran.


Alhasil, gelombang demokratisasi yang kini sedang melanda dunia Arab akan berhenti di Suriah. Suriah tidak memiliki potensi ekonomi yang menguntungkan. Sebab itu, negara-negara Barat hanya menonton saja kebrutalan tentara Assad. Mereka tentu saja tidak mau menghamburkan uang buat operasi militer di Suriah karena tidak bakal dapat apa-apa setelah Assad mundur.


Suriah selama ini menjadi tempat perlindungan bagi dua kelompok anti-Israel, yakni Hamas dan Hizbullah. Di Ibu Kota Damaskus terdapat kantor Biro Politik Hamas. Dengan mengobrak-abrik Suriah sama saja mengobarkan perang dengan dua organisasi itu. Diyakini pihak Barat, Iran memberikan dukungan dana, pelatihan dan senjata bagi Hamas dan Hizbullah. mengganggu ketenangan kedua kelompok itu sama saja ingin melibatkan Iran dalam konflik bersenjata yang lebih besar.


Negara-negara Barat pastinya faham kekuatan militer Iran tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi kecurigaan mereka selama ini telah berubah menjadi keyakinan bahwa negeri Mullah itu sedang mengembangkan senjata nuklir. Mengenai konstelasi politik Timur Tengah pasca-revolusi akan ditentukan oleh perkembangan di Mesir dan Suriah. Dua Negara ini memegang peranan kunci dalam perubahan politik kawasan karena menyangkut Israel.







Pengaruh Mesir di kawasan


Mesir adalah imperium politik Timur Tengah. Dinamika politik yang terjadi di negara tersebut akan berdampak besar pada horizon perpolitikan kawasan tersebut. Kini, Mesir mengalami revolusi. Seberapa jauh skala pengaruh dari revolusi tersebut terhadap mozaik politik di wilayah Timur Tengah?

Tergantung pada radius perubahan yang dihembuskan revolusi itu sendiri. Kemana perubahan perpolitikan dalam negeri Mesir, ke situ pula arah perubahan Timur Tengah.  Jadi memang Mesir itu punya peran sangat penting di kawasan.


Pasca revolusi Mesir akan memasuki proses politik yang panjang dan menentukan. Setelah sekian lama terpasung oleh pola kepemimpinan militeristik, tak mudah untuk merajut relasi sipil-negara secara ideal. Sebagai pemangku kuasa, kekuatan sipil Mesir butuh proses adaptasi. Secara umum, perubahan Mesir ke depan akan mencakup beberapa hal: Pertama, pemaknaan ulang terhadap konsep nasionalisme. nasionalisme Mesir berada dalam tegangan varian Arabisme dan Islamisme.


Ada traumatik tersendiri terhadap eksklusivitas. Ini akan menjadi pertimbangan tersendiri, baik bagi kalangan Islamis maupun Arabis, untuk mereformulasi konsepsinya dengan mengakomodir semangat keterbukaan. Sulit bagi Ikhwanul Muslimin untuk berkiprah di politik dengan mengusung ekslusivisme Islam. Sebagaimana juga spirit kearaban harus merelevansikan ulang nilainya ditengah diversitas lokal regional dan global.


Pada tingkat regional, Mesir adalah palang pintu perdamaian di kawasan Timur Tengah. Lengsernya Hosni Mubarak akan merubah arah mata angin politik luar negeri Mesir yang selama ini berpihak sepenuhnya pada Israel, dengan sokongan penuh Amerika Serikat (AS).

Pemerintahan baru Mesir nanti bisa merupakan tatanan kekuasaan yang berani untuk menekan pemerintah Israel untuk lebih realistis dalam memberikan tawaran opsi damai. Mesir kemungkinan akan menjadi kritis terhadap Israel. Mesir yang "baru", akan berpihak kepada Palestina akan lebih teryakinkan untuk meneruskan jalan damai. Artinya, perubahan di internal Mesir memiliki peluang besar untuk menghasilkan sebuah keseimbangan baru dalam proses negoisasi perdamaian Israel-Palestina.


rekonstruksi peta kerjasama ekonomi. Mesir merupakan urat nadi perekonomian Timur Tengah. Terusan Suez adalah makhota ekonomi negeri Piramida tersebut. Tapi pada saat yang sama, ketergantungan ekonomi Mesir terhadap negara lain cukup tinggi.

Ke depan, Mesir akan memasuki horizon ekonomi yang lebih realistis, dengan berbasis pada sumber daya riilnya, bukan bantuan deras dari mitra luar negerinya. Dalam konteks ini, perekonomian Mesir dalam beberapa tahun ke depan akan memasuki pancaroba.


Tapi Mesir juga masih bisa memanfaatkan kestrategisan geopolitisnya sebagai aset ekonomi dalam membangun hubungan dengan beberapa negara baru. Pada tingkat dalam negeri, akan nada tuntutan keras terhadap perubahan formulasi sosial-ekonomi yang selama ini mengistimewakan kelompok tertentu untuk mengakses sumber daya ekonomi.


Sekali lagi, semua ini sangat tergantung pada kelancaran proses transisi politik dari militer ke sipil. Pasca turunnya Mubarak, inilah revolusi yang sebenarnya bagi rakyat Mesir. Rakyat Mesir akan dihadapkan pada perubahan yang bukan hanya menyangkut dalam negerinya, tapi juga negara sekitarnya dan dunia. Dengan posisi geopolitisnya yang strategis, Mesir mengemban amanat besar. Ini bisa menjadi berkah atau juga petaka.


Palestina; Konspirasi Israel dan Amerika pasca revolusi


Israel dan AS beserta sekutu-sekutunya dipastikan yang paling khawatir atas kemenangan besar parpol-parpol Islam terutama kemenangan Islam politik di Mesir. Kekhawatiran tersebut, bukan hanya karena kekalahan kelompok liberalis yang berhasil mereka tanam selama beberapa dekade sebelumnya, akan tetapi lebih disebabkan kekhawatiran mereka akan nasib perjanjian Camp David dan perjanjian-perjanjian ``damai`` lainnya.


Banyak pengamat melihat bahwa kubu Islamis di dunia Arab berhasil menuju tampuk pemerintahan lewat pemilu jurdil ( jujur dan adil ) dan transparan sehingga perlu diberikan peluang melaksanakan programnya tanpa harus dikenakan sandungan dari dalam dan luar negeri. Pemboikotan dalam bentuk apapun atas pemerintahan baru tersebut sama saja dengan memutar arah jarum jam alias kembali ke pemerintahan autokrasi yang tidak mungkin lagi ditolerlir bangsa-bangsa di kawasan.


Bangsa-bangsa kawasan telah mengalami masa penderitaan lebih dari empat dekade dibawah pemerintahan tangan besi dan penindasan. Karena itu, mereka tidak akan menerima bila ada upaya-upaya konspirasi yang ingin memutar balik arah jarum jam dan mereka siap membayarnya walau mahal.

Walaupun dalam jangka pendek mendatang tantangan berat yang akan dihadapi bersifat multi dimensi termasuk kemungkinan munculnya kontra revolusi dukungan Barat yang alergi terhadap kejayaan parpol-parpol Islam, namun situasi pasca revolusi akan lebih baik. Apalagi pemerintahan mendatang adalah hasil pilihan mayoritas mutlak rakyat yang menginginkan pemulihan kembali harga diri bangsa Arab.


Pemerintahan kubu Islamis dipastikan tidak akan lagi tunduk kepada pelecahan zionis Israel dan hegemoni Barat selama ini. Pemerintahan baru tidak akan bersedia lagi menerima pelecahan seperti rezim-rezim yang telah jatuh atau rezim-rezim lainnya yang berada di ujung tanduk.


Diakui maupun tidak, isu Palestina sejatinya adalah tetap sebagai isu paling menonjol di mata publik Arab dan umat Islam sedunia. Karena itu, berbagai upaya untuk menjadikannya sebagai isu nomor dua atau isu sampingan tidak akan diterima publik apapun alasan yang dikampanyekan untuk mengelabui mereka, Amerika dan Israel melakukan konspirasi untuk mengaburkan isu terpenting ialah pembebasan Palestina.


“Isu Palestina akan tetap sebagai isu utama setiap tahun tanpa perdebatan. Setiap pergantian tahun maka isu Palestina adalah dasarnya sehingga tidak mungkin dijadikan isu nomor dua atau lebih rendah dari itu,`` papar Zahir Majid, seorang pengamat Arab dalam tulisannya di harian al-Watan, Oman.

Ia mengingatkan bahwa masalah Palestina akan tetap sebagai isu utama bangsa Arab meskipun sikap sebagian pemimpin Arab selama ini (yang berusaha menepikannya) atau sikap sebagian pihak yang berusaha mengalihkan perhatian publik lewat interpretasi-interpretasi (menyesatkan).


Masalah Palestina yang menjadi isu sentral bangsa Arab tidak mungkin terus menerus hanya sebagai slogan kosong tanpa aksi nyata diera perubahan yang melanda dunia Arab dewasa ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa salah satu indikasi keberhasilan revolusi Arab adalah kembalinya masalah Palestina sebagai isu nomor wahid yang diperjuangkan secara nyata dan serius.


Hampir dipastikan juga bahwa negara-negara Arab yang masih menjalin persekutuan erat dengan AS tidak akan bisa lagi selalu mengiyakan negeri Paman Sam itu. Mantan PM Mesir, Essham Sharaf dan Sekjen Liga Arab, Nabil Al-Arabi, sejak dini mengingatkan bahwa prioritas kebijakan negaranya menyangkut Palestina ke depan adalah memperjuangkan tercapainya penyelesaian damai dan berdirinya negara Palestina merdeka bukan mengupayakan perundingan ke perundingan tanpa penyelesaian.


Perundingan tanpa ujung penyelesaian dipastikan akan ditentang keras bangsa Arab sehingga rezim Arab mendatang tidak bisa lagi menjadikan perundingan sebagai sarana membeli hati publik seperti kejadian pada berbagai perundingan sebelumnya.

Meskipun akhir-akhir ini banyak masukan ditujukan kepada partai partai Islam pemenang pemilu di Arab agar menomorduakan dulu isu Palestina, namun kemungkinan besar masukan tersebut tidak akan digubris.


Apalagi Mesir sebagai negara Arab terbesar telah muncul kembali sebagai pemimpin Arab pendukung kuat isu Palestina. Ditegaskan, krisis ekonomi di Mesir sekarang merupakan tantangan utama pemerintah transisi Mesir saat ini dan demikian juga pemerintah mendatang. Rahbar menyebut satu dari faktor utama kebangkitan rakyat Mesir adalah motivasi agama.

Ditegaskannya, “Rakyat Mesir memulai gerakannya dari shalat Jumat dan masjid. Slogan-slogan agama dipakai oleh mereka, khususnya Allahu Akbar. Belum lagi kelompok pejuang paling kuat di Mesir adalah kelompok Islam.”


Ayatullah Sayyid Ali Khamenei otak dibalik revolusi Iran itu menyinggung kepanikan Amerika dan rezim Zionis Israel di hadapan kebangkitan rakyat Mesir dan mengatakan, “Mereka berusaha keras untuk keluar dari situasi ini dan mulai menjalankan tipuannya. Namun perlu diketahui bahwa keberhasilan atau kegagalan skenario Amerika ini bergantung pada kinerja dan keputusan rakyat Mesir.”


Momentum perubahan di Mesir, Tunisia dan juga diharapkan di negara-negara Arab lainnya biarpun tanpa menjatuhkan kekuasaan yang ada, dapat membawa perubahan mendasar di Timur Tengah dalam konteks perdamaian dengan Israel. Sudah saatnya perubahan di negara-negara Arab membawa perubahan pula kepada Israel, terutama dilihat dari sikap arogansinya yang selama ini sering ditunjukkan. Israel harus dapat melunak, tidak lagi mau menang sendiri dan lebih akomodatif dalam menerima kehadiran negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.

Bagaimana dengan Suriah?

BISUL itu akhirnya pecah! Wakil Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral Suriah Abdo Hussameldin Kamis malam, 8 Maret 2012 mengumumkan dia meninggalkan pemerintahan Bashar al Assad, serta Partai berkuasa Baath untuk bergabung dengan oposisi.

Pernyataan Hussameldin mengudara lewat video pernyataan resmi yang diposting di website YouTube oleh para aktivis.

"Aku, insinyur Abdo Hussameldin, wakil menteri minyak mengumumkan bahwa saya keluar dari rezim ini. Saya bergabung dengan revolusi rakyat yang menolak ketidakadilan dan kampanye brutal rezim, yang berusaha menghancurkan permintaan rakyat untuk kebebasan dan martabat," tegasnya.

Alasan utama pengunduran itu lantaran dirinya telah bertugas di pemerintah Suriah selama 33 tahun dan tidak ingin mengakhiri hidupnya dengan "melayani sebuah rezim kriminal."


Jika postingan tersebut asli, maka Abdo Hussameldin menjadi peja
bat besar pertama yang meninggalkan pemerintah Assad dan bergabung dengan pemberontak yang telah berlangsung selama setahun.

Mengutip analisis Sir Andrew Green, mantan dubes Inggris untuk Suriah (1991-1994) dan Arab Saudi (1996-2000) yang ditulis untuk The Guardian, sudah jadi fakta Assad yang berfaham Syiah adalah bapak angkat bagi milisi Syiah Hizbullah yang menjadi kerikil bagi Israel.


Soal senjata ke pemberontak? Damaskus tentu sudah sadar, Arab Saudi punya kepentingan atas kelangsungan mayoritas Sunni yang tertindas. Seperti dikutip dari World Socialist Website, Riyadh disokong Amerika Serikat merestui penyelundupan senjata yang dilakukan melalui mantan Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri.

Saad Hariri merupakan mantan Perdana Menteri Lebanon antara 2009 dan 2011. Koalisi pemerintahan Hariri yang terbentuk memang berhaluan anti Suriah. Pada 2011 Hizbullah berhasil melengserkan pemerintahan Hariri.

Dan mantan mufti Mesir Nasr Farid Washil mengatakan di berita bahwa  Basyar Al – Assad itu wajib dibunuh sebab tindakannya yang anarkis dan membunuh banyak orang.


Epilog


Timur Tengah tak akan pernah nyaman atau terhindar dari provokasi Barat dan sekutunya sampai minyak di Timur Tengah habis.

Selama minyak itu masih banyak, maka kepentingan itu akan terus berlangsung dan adanya gesekan diantaranya, Pasca revolusi banyak pengamat mengatakan keopitimisan akan pembangunan dan perubahan di Timur Tengah menuju kesejahteraan walau pun memerlukan masa yang panjang untuk tercapainya kemakmuran yang merata.


Partai Islam banyak menguasai parlemen di negara negara Timur Tengah, itulah bukti bahwasannya adanya titik cerah dalam perjuangan Islam selama ini.

Yang sebelumnya ditekan sekarang sudah bebas dari sikap otoritarian pemerintah rezim lama, tentu banyak yang mesti dikerjakan untuk para penerus perjuangan bangsa dalam mengatasi dan mencarikan solusi dari krisis yang terjadi pasca revolusi. Penulis berharap moga partai Islam bisa memberikan warna yang baru untuk kemajuan Timur Tengah dan mempunyai ketegasan dan sikap yang jelas terhadap perjuangan Palestina.


Jangan kita terlupa bahwasanya Barat ingin mengambil kesempatan atas revolusi Mesir ini. Dan kita bersama sama memberikan dukungan terhadap partai partai Islam untuk mereform undang undang yang telah rusak selama rezim Mubarak berkuasa. Penulis menyampaikan Timur Tengah akan terus memanas sampai kapan pun, sebab agama Islam akan terus mewarnai dunia Arab, dan Barat tak akan suka terhadap Islam sampai akhir nafas.


Waallahu a'lam











.















Tidak ada komentar: