Prolog
Politik selalu identik dengan
kelicikan – konspirasi – peperangan – debat – kecerdasan – retorika – jabatan –
undang undang. Dan sebab politik pun semua menjadi bisa. Kalau kita bertanya ke
politikus dua tambah dua berapa? Maka akan dijawab lima, dan ditanya lagi,
kenapa lima? Iya sebab satunya lagi saya simpan di dalam dompet saya dan itu
sah sah saja kalau yang menjawab itu politikus. Dan beda, jika kita menanyakan
itu ke ekonom, maka akan dijawab dua tambah dua adalah empat.
Timur tengah selalu hangat di
media massa, dari : tv, newspaper, radio. Tidak akan pernah terlepas dari
sorotan dunia. Mulai dari sosial sampai dunia politik, itu bukti bahwasannya
kawasan Timur Tengah selalu indah, "indah" bagi wartawan dan indah bagi
kelompok yang mempunyai kepentingan.
Zaman terus bergulir dan waktu
pun "menggila" ketika dengar Timur Tengah berkecamuk lagi. Kita tak
perlu heran apalagi shock dengar
atau pun melihat kekejaman politik yang ada di Timur Tengah ; mulai dari Mesir
sampai Suriah.
Timur tengah sudah tertulis
dalam tinta darah para sejarawan ketika menjelaskan bagaimana darah rakyat
Palestina mengalir dan mewangi di tanah suci. Dan menceritakan perjuangan
mempertahankan Masjidil Aqsha dari tangan tangan pendosa Yahudi. Tapi, dunia
Arab diam dan membisu bahkan mati rasa.
Bukan berarti bangsa Arab tidak
ambil peduli, mereka meletakan hati ke bumi Palestina. Mereka teriak, bahkan mengiba
kepada pemerintah dan hasilnya berlakulah demonstrasi dan itu hanya sebuah
catatan kosong sebuah sejarah.
Hormat setinggi tingginya kepada
para pembela Palestina; rakyat : Mesir,
Suriah, Kuwait, Saudi dan sebagainya mendoakan kebangkitan Timur Tengah.
Imperalisme itu racun buat dunia dan terkhusus bangsa Arab. PBB masih menjadi
penjara bagi Palestina.
Sampai kapan?
Sampai dunia Arab bersatu.
Tanpa adanya persatuan maka tak akan ada
namanya kemerdekaan di bumi Palestina, bersatu dari elemen masyarakat sampai ke
pemerintah. Selain Palestina, coba kita
mengingat invasi Amerika di Afganistan, belum lagi perang saudara Iran dan
Irak dan lain sebagainya.
Mudah bagi Amerika dan
sekutunya mengubah dunia, dari semua konspirasi yang diciptakan akan memberikan
keuntungan yang besar buat Barat. Yang paling prioritas adalah perpecahan di
dalam Islam. Dan itu tujuan terbesar Amerika setelah hangusnya komunisme.
25 Januari 2011 jatuhnya rezim
Husni Mubarak, rezim yang sudah kokoh dengan ketamakannya, kesombongannya,
akhirnya dengan Izin Allah dan usaha yang kuat dari rakyat maka rezim otoriter
itu tersungkur dari kebutaannya.
Nasib akhir dari keluarga
Mubarak juga tidak pasti. Mantan presiden dan dua putranya telah ditahan, hal
ini tidak pernah terbayangkan oleh kalangan manapun. Mubarak tampaknya memilih
tinggal di penjara sampai ia meninggal secara wajar.
Sampai sekarang investigasi
oleh pihak pengadilan telah menemukan bukti-buti bahwa mereka bersalah dan
telah melanggar menghukum termasuk terlibat dalam kasus pembantaian para
demonstran di Tahrir dan beberapa daerah lain di Mesir.
Beberapa kalangan mendukung
hukuman penjara sebagai bukti tegaknya supremasi hukum, dan kalangan yang lain
mendukung hukuman itu sebagai peringatan bagi presiden yang baru. Yang lain
percaya bahwa keluarga Mubarak telah dihukum cukup dengan dilengserkan secara
tidak terhormat dan dipermalukan karena mereka benar-benar melanggar hukum.
Para jenderal telah menahan
Mubarak dan anak-anaknya serta para kroninya untuk menyelidiki tuduhan
menyalahgunakan kekuasaan dan memperkaya pribadi dengan mengorbankan rakyat.
Pemerintah mengatur seluruh kontrak perjanjian ekonomi dengan pengusaha kelas
kakap termasuk penjualan tanah, pengaturan privatisasi dan kegiatan ekonomi
lain dari rezim sebelumnya berada di bawah pengawasan Mubarak.
Kroni-kroni Mubarak telah
ditahan dan diinterogasi tentang dugaan KKN. Misalnya, Ahmad ‘izz, yang
memiliki 70% dari industri baja dan 50% dari industri keramik, dan memiliki
kekayaan bersih diperkirakan hampir dua miliar dolar Amerika, Ahmad Izz adalah
seorang pejabat senior partai Presiden Mubarak dan teman dekat Gamal Mubarak.
Dia ditangkap 17 Februari.
Diinvestigasi oleh pihak
berwenang dan saat ini telah dipenjara atas tuduhan korupsi pengadaan plat
nomor kendaraan Mesir yang diimpor dari Luar negeri dengan harga yang sangat
tinggi. Pada bulan Februari publik terfokus kemarahan terhadap ‘Ezz, rakyat
membakar salah satu flat miliknya di Kairo untuk mengekspresikan penolakan
kroni kaya presiden tersebut.
Habib Adly, Menteri Dalam
Negeri Mubarak selama 13 tahun, juga menjadi target kemarahan rakyat dan
pengawasan resmi pihak pengadilan. Dia diadili dan dihukum karena terjerat
kasus korupsi. Hakim memberikan denda $ 2,5 juta, menyita semua asetnya, dan
memutuskan untuk dipenjara selama 12 tahun. Ia juga diadili karena perannya
mengawasi polisi, ketika para polisi diperintahkan untuk menembak para
demonstran yang tidak bersalah selama Revolusi 18 hari, membiarkan 850 warga
tewas ditangan gengster dan polisi. Selain itu juga habib Adly adalah orang
yang paling bertanggung jawab atas kaburnya 95.000 tahanan di seluruh wilayah
Mesir.
Alam revolusi pasti dengan
darah, tak ada term revolusi persuasif atau revolusi diplomatik itu
palsu sebab revolusi pasti banyak yang hilang nyawa, dan itulah hasil dari
perjuangan, darah adalah suara. Dan ada yang mengatakan " melakukan
revolusi itu dengan lembut". Itu sungguh lucu.
Terjadinya ketimpangan sosial,
ekonomi, tak ada kebebasan bersuara, maka rakyat akan bergerak untuk melepaskan
tali kerakusan dan kekuasaan dengan paksa, manusia adalah makhluk yang
berfikir, bisa baca lingkungan. Jadi akan melakukan gerakan dan mobilisasi
untuk menggapai perubahan.
Ketidakpastian kondisi politik
Mesir masalah utama di Mesir Selama beberapa dekade, Mubarak memimpin sebuah
sistem otoriter yang ketat di balik demokrasi palsu. Mesir memiliki parlemen
yang dipilih secara langsung oleh Rakyat, tetapi Mubarak dan kroni-kroninya
melakukan kecurangan dalam setiap Pemilu sehingga partainya mendapat 69% dari
kursi di 2005 dan kemudian 81% pada tahun 2010.
Sebagian besar media elektronik
khususnya radio dan media televisi dikontrol ketat oleh Pemerintah. Polisi di
bawah kendali Menteri Dalam Negeri Habib al Adly, yang korup, juga dibawah
kendali Mubarak.
Relevansi Barat Dan Revolusi
Barat sejak jatuhnya khilafah
di Turki 1923- 1924 mereka terlalu angkuh untuk menjajah negeri negeri Islam,
semakin berani menginjak harga diri umat Islam. Berani teriak di telinga umat
Islam, bahkan merendahkan wibawa umat Islam.
Penjajahan mental, ekonomi,
politik, budaya sudah mewarnai dunia Islam.
Islam tanpa khilafah, kelam. Khilafah memberikan kekuatan untuk menjawab
semua keluh kesah perjuangan. Barat tepuk tangan dengan perang saudara di dunia
Arab. Banyak kepentingan Barat di dunia Islam.
Apa yang terjadi di Timur
Tengah? berawal dari Tunisia. Ketika tingginya harga kebutuhan pokok tidak
sebanding kenaikan upah buruh dan pekerja. Masyarakat menuntut penurunan
harga-harga kebutuhan pokok menuntut kesejahteraannya. Tingginya harga
kebutuhan pokok yang hampir tidak terjangkau oleh pendapatan masyarakat Tunisa
membuat ketimpangan terjadi dimana-mana. Aksi demonstrasi menuntut pemerintah
menurunkan harga kebutuhan pokok terjadi dimana-mana.
Puncak kekecewaan terhadap
pemerintah Tunisia adalah ketika seorang pemuda berusia 26 tahun melakukan aksi
bakar diri di depan gedung pemerintah Tunisia. Aksi itu dilakukan oleh Mohamed
Bouazizi pemuda berusia 26 yang kecewa frustasi terhadap perlakuan kasar polisi
dan selalu ditolak ketika ingin menemui dewan kota, membuat pedagang sayur yang
gerobaknya disita karena tak memiliki izin itu sebabnya dia membakar diri.
Ia melakukan hal itu tepat di
luar gedung dewan kota. Akibat kejadian itu, gelombang aksi demonstrasi yang
terjadi sejak pertengahan Desember tahun 2010 itu menuntut presiden Zine El
Abidine Ben Ali mundur semakin besar.
Presiden yang telah memimpin
Tunisa selama 23 tahun itu di demo warganya hingga memakan korban mencapai 78
orang meninggal dunia. Bahkan informasi yang dikeuarkan PBB menyebutkan jumlah
rakyat yang meninggal sebenarnya mencapai 100 orang. Akhirnya, sang presiden
mundur pada 14 Januari 2011 setelah mendapatkan tekanan hebat dari rakyatnya.
Bagi pemuda umur 26 tahun itu,
aksi bakar diri itu dianggap lebih baik dibanding harus menganggur dan tidak
mampu menopang kehidupan keluarga besarnya yang sangat tergantung padanya
sebagai pedagang buah dan sayur untuk menopang hidup delapan anggota
keluarganya dengan penghasilan kurang dari US$150 sebulan. Cita-citanya kata teman dan keluarganya,
adalah mengembangkan usahanya dari pedagang bergerobak menjadi penjual buah dan
sayuran dengan kendaraan truk bak terbuka.
Sebab penguasa penguasa Timur
Tengah terlalu rakus jabatan dan mempunyai sifat diktator. Bisa kita katakan
bahwa pembuka revolusi Timur Tengah adalah Muhamad Bouazizi yang polarisasi
dari tindakannya itu mendapatkan respon yang besar dari para pemuda di negara
tetangganya untuk melakukan gerakan yang sama untuk melakukan pergantian
pemerintah yang baru.
Tapi, sebenarnya bukan hal yang
fundamental bahwa Muhamad Bouazizi itu alasan utama adanya revolusi, yang pasti
alasan mendasar adalah penindasan, ketidakadilan, kerakusan pemerintah
menyebabkan adanya gelombang revolusi.
Apa ada kaitan dengan Barat
dari revolusi yang terjadi di Timur Tengah?!
Mungkin tidak dan bisa juga
iya..
Kenapa tidak?
Sebab kalau dilihat dari
keadaan pemerintah yang rusak, ketimpangan ekonomi, sosial, tidak ada kebebasan
mengkritik, ketidakadilan itu walau tanpa adanya konspirasi itu akan terjadi
dengan sendirinya.
Dan kalau iya, dimana letak
keterkaitan itu?
Tanpa adanya konspirasi maka
tak akan mungkin serentak berlakunya revolusi ini, pasti ada dalang dari semua
yang ada. Arab itu sudah ada bensin
dalam hati mereka, tinggal disulut saja itu sudah terbakar kemarahan mereka.
Dan ini bisa jadi adalah
konpirasi dari Barat dengan satu tujuan. Menghilangkan isu Palestina dari dunia
Arab atau menyampaikan kepada dunia bahwa Arab adalah kaum yang terbelakang dan
stigma negatif itu akan melekat pada orang orang yang terprovokasi dari asumsi
itu.
Dan dalam hal ini Barat adalah
pihak yang paling berpeluang untuk menunggangi propoganda di Timur Tengah.
Karena Baratlah satu–satunya pihak yang mengemban ideologi dalam skala negara
yang kuat.
Ancaman konspirasi Revolusi
oleh Barat
Barat menginvasi gerakan
revolusi Timur Tengah dengan berbagai jalan, antara lain:
1- Memanfaatkan politisi
boneka
2- Utang
3- Intervensi militer
4- Perang opini
di media massa.
a. Memanfaatkan Politisi Boneka
Menempatkan politisi boneka
merupakan salah satu cara yang sering dimainkan oleh Barat untuk mengendalikan
negara–negara di dunia Islam. Dalam revolusi Timur Tengah ini pun Barat masih
menggunakan permainan ini. Tengoklah para penguasa negeri–negeri Muslim saat
ini, bisa dikatakan semua penguasa negeri–negeri Muslim saat ini adalah boneka
Barat, baik dari kubu Eropa maupun kubu Amerika.
Bahkan para mantan penguasa
yang telah digulingkan dalam revolusi ini pun sejatinya adalah para boneka mereka.
Setelah boneka lama ditumbangkan, mereka pun telah bersiap memasang boneka
baru. Lihatlah pengganti Ben Ali: Moncef Marzouki yang selama ini menjalankan
peran politiknya di Prancis . Tanyakanlah juga siapa Jenderal Sulaiman yang de
facto menjadi pemimpin sementara Mesir pasca turunnya Mubarak?! Dia adalah
tokoh yang sangat dekat dengan Amerika.
b. Jerat Utang
Atas Nama Bantuan Keuangan
Barat dengan instrument lembaga
keuangan dunianya selalu menggunakan tawaran manis “bantuan keuangan untuk
pembangunan” guna menjerat negara–negara dunia Islam hingga negara–negara
tersebut kehilangan independensinya dan tunduk pada arahan sang "hero" dari Barat.
Tentang krisis ekonomi.
Pengusaha memprediksi situasi ekonomi dalam kondisi bencana/revolusi
kemungkinan menjadi lebih buruk. Tidak hanya sumber dari pariwisata, sumber
penting pendapatan negara lainnya juga berhenti, investasi asing telah
mengering karena masa depan tidak pasti.
Ratusan ribu buruh pabrik
melakukan mogok kerja sebagai perubahan rezim Mesir, mereka menuntut kenaikan
upah dan gaji. Sebuah rumor jalanan yang populer adalah bahwa Presiden Mubarak,
seluruh keluarga serta kroni-kroninya telah mencuri puluhan miliar dan ketika
uang itu disita dan ditemukan akan dibagi dan diberikan kepada setiap rakyat
Mesir.
Pasca revolusi Mesir dan
Tunisia tengah masuk dalam jerat hutang ini dengan disetujuinya bantuan dana
lebih dari 20M US $ dari negara G–8 . Jerat hutang ini tentu saja akan membuat
Tunisia dan Mesir tetap berada dalam dominasi ekonomi kapitalis ribawi.
IMF pun tak ketinggalan untuk
memperkuat jeratan hutang tersebut dengan memberikan utang 3M US $ berbunga 3%
untuk menutup defisit APBN dan defisit perdagangan luar negeri Mesir. Setahun
lebih setelah revolusi, kondisi perekonomian Mesir belum juga stabil. Siapa
yang hendak membantu negara ini? Sejumlah 70 persen warga Mesir mengkhawatirkan kehancuran ekonomi dan
keamanan Mesir pasca-revolusi yang menumbangkan Presiden Hosni Mubarak.
c. Intervensi
Militer
Intervensi Militer oleh Barat
sangat jelas terlihat dalam revolusi Libia. Beberapa negara Eropa yang
tergabung dalam NATO terlibat langsung dalam sandiwara mendukung perjuangan
ummat menggulingkan Qaddafi. NATO yang didominasi oleh Perancis mengerahkan
tentara bersenjata untuk membantu pihak oposisi menggulingkan Qaddafi. Dalam
waktu beberapa bulan, tentara oposisi Libya yang didukung NATO berhasil
memenangkan pertarungan dengan tewasnya Muammar Qhadafi pada Jum’at (21/10)
lalu .
Bantuan Barat dalam penggulingan
Qaddafi sejatinya hanyalah untuk mewujudkan kepentingan Barat, bukan untuk
membantu rakyat Libya meraih apa yang diinginkannya. Kepentingan Barat
menggulingkan Qaddafi tiada lain adalah menguasai minyak Libya yang sangat
berlimpah.
d. Perang
Opini di Media Massa
Barat dengan penguasaan
modalnya yang luar biasa besar sanggup mengendalikan arus informasi yang
beredar di media massa. Media massa yang ada seperti televisi, warta digital, newspaper,
radio, dsb tidak selalu menayangkan realitas apa yang sebenarnya terjadi secara
objektif tetapi mereka selalu menanyangkan apa yang mereka inginkan.
Sebagai contoh, selama ini
media selalu mewartakan bahwa para pengunjuk rasa dalam gerakan revolusi itu
menuntut demokratisasi tanpa pernah menayangkan yang mewartakan adanya tuntutan
penerapan syari’ah Islam. Kalau pun ada itu hanya sedikit. Padahal faktanya,
tuntutan tersebut selalu ada dalam setiap arus revolusi Timur Tengah ini. Hal
ini seperti yang terjadi pada Jumat 18 November 2011 di Lapangan Tahrir ketika
ribuan demonsran mengibarkan bendera
yang bertuliskan syariat Islam. Demikian juga dengan berbagai seruan
kepada Islam yang diserukan Tunisia, Suriah, dan lainnya .
Adanya pencurian arah revolusi
Timur Tengah bukan hanya sebatas prasangka buruk kaum Muslimin terhadap Barat
saja, melainkan juga pengakuan Barat sendiri. Mantan MenLu AS era Goerge W.
Bush; Condoleezza Rice memperkenalkan sebuah istilah “Timur Tengah Baru” pada
tahun 2006. Program “Timur Tengah Baru” ini bertujuan untuk melemahkan rezim
berkuasa dan mengantarkan kelompok
oposisi ke tampuk kepemimpian .
Tujuan utama dari proyek ini
adalah menciptakan Timur Tengah yang baru, yang tunduk dan patuh pada Amerika
dengan kedok penyebaran demokrasi di wilayah Timur Tengah .
Akibat pengaburan makna ini, maka
wajar jika hingga saat ini setelah hampir satu tahun gelombang revolusi berjalan
; ummat belum juga mendapatkan apa yang mereka tuntut. Yang terjadi hanyalah
pergantian kepemimpinan tanpa disertai perubahan yang berarti dalam sistem
pemerintahannya.
Tentu saja hal ini tidak akan
membawa banyak perubahan dalam kehidupan ummat. Besar kemungkinan jika hal ini
dibiarkan begitu saja, maka yang akan terjadi di Tunisia, Mesir, Libya, dan lain
– lain tidak akan jauh berbeda dengan apa yang pernah terjadi di Indonesia
pasca reformasi 1998 yang menumbangkan rezim Soeharto.
Jika ummat menginginkan
perubahan yang akan membawa ke keadaan yang lebih baik, maka perubahan yang
dilakukan harus memenuhi 2 (dua unsur): pertama : menjadikan Islam secara utuh
sebagai panduan ideologis dalam kehidupan bernegara dan yang kedua : menolak
segala bentuk intervensi asing dalam kehidupan bernegara.
Selama ummat tidak memenuhi kedua
unsur ini dalam perjuangan revolusi–nya maka ummat tidak akan mendapatkan
apa–apa dari setiap tetes darah yang keluar dari setiap nyawa yang terkorbankan. Akan
tetapi, ummat tidak akan pernah dapat memenuhi kedua unsur tersebut sebelum
mereka memahami Islam secara utuh sebagai sebuah agama sekaligus ideologi.
Maka, inilah tugas kita untuk
memahamkan ummat tentang ideologi Islam yang dengannya ummat akan menjadi
semakin cerdas dalam melihat setiap peristiwa terjadi dan tidak mudah dikelabui
apalagi dikendalikan oleh Barat yang sangat memusuhi Islam. Menyadarkan ummat
di segala lini karena revolusi itu digerakkan oleh semua kalangan. Menyadarkan
ummat di setiap wilayah karena Islam adalah untuk seluruh dunia.
Islam dibalik revolusi
menurut Smith Alhadar,
disebabkan karena partai Islam cenderung menekankan pada identitas. Fenomena
didukung oleh globalisasi yang membanjiri Timur Tengah dan juga merongrong
kebudayaan dan keyakinan mereka, sehingga terjadi disorientasi dan dislokasi
dalam masyarakat itu. Karena sebab
itulah ada keinginan untuk mengembalikan identitas keislaman mereka. Mereka
memerlukan negara untuk melindungi identitas.
Yang mengejutkan, ternyata
pemenang pemilu demokratis di negara-negara Timur Tengah itu adalah
partai-partai Islam, misalnya di Mesir, Tunisia dan Maroko. Sebelumnya di
Turki. Demokrasi Timur Tengah ternyata memfasilitasi naiknya kekuasaan partai
Islamis. Kelompok-kelompok Islamis di Indonesia menjadi sedikit lega atau
mungkin mendapat tambahan semangat bahwa teman-teman mereka ternyata berkuasa
di Timur Tengah pasca-Revolusi.
Siapakah aktor utama dari
revolusi Arab ini? Apakah dari kelompok Islamis atau bukan?
Novriantony Kohar mengatakan
sebelum kita tahu siapakah aktor-aktor penting yang bermain dalam lanskap
politik Timur Tengah, jika kita ingin sederhanakan, ada tiga aktor sebenarnya
yakni pertama negara, kedua adalah kaum Islamis dan ketiga adalah pendukung
demokritisasi.
Negara, sudah gagal, misalnya
di Mesir. Bayangkan tingkat buta huruf sampai 37 persen. Itu menakjubkan di
sebuah negara yang sudah lama merdeka dan malang melintang di dalam mengurusi
kehidupan sosial politik dan ekonomi di negaranya. Kegagalan-kegagalan negara
seperti inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh kubu Islamis
.
Sebenarnya ada
alternatif-alternatif yang diinginkan untuk mendorong proses demokratisasi dari
kalangan non Islamis. Yang paling menderita juga dalam represi militer negara
dan rezim-rezim arab ini sebenarnya adalah kalangan kiri dan sekular, karena
mereka tidak punya medium lain dan podium resmi politik dikuasai oleh negara.
Begitu juga media untuk
menyebarkan gagasan dan konsolidasi di tingkat bawah. Sementara kalangan
Islamis mereka berhasi menggunakan masjid dan medium keislaman yang mereka bisa
pakai untuk menggerakkan masyarakat.
Satu hal lagi yang mungkin
tidak terpikirkan oleh negara-negara Barat adalah partai partai Islam yang
tadinya menjadi kelompok terpinggirkan selama rezim-rezim itu berkuasa muncul
menjadi pemenang lewat pemilihan umum, seperti Ikhwanul Muslimin dan Salafi di
Mesir, Annahda (Tunisia), dan Partai Kebebasan serta Pembangunan (Maroko).
Partai-partai Islam ini seolah
menjadi alternatif dan harapan terbaik untuk menggantikan rezim lama yang
dipandang gagal. Kenyataannya, penguasa penguasa yang sudah tumbang itu memang
gagal menghidupkan iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat atau
berorganisasi. Bahkan kebijakan ekonomi mereka pun tidak mampu mengangkat
kesejahteraan rakyat.
Kebangkitan Partai-partai Islam
momentum amat penting dalam panggung politik. Ia bisa dikatakan sebuah
keajaiban karena mampu mengubah sesuatu yang rasanya tidak mungkin menjadi
kenyataan.
Ini pula yang memunculkan
partai-partai Islam di Timur Tengah sebagai pemenang pada pemilihan umum
setelah revolusi bergulir. Mereka berhasil memanfaatkan situasi di mana rakyat
tidak ingin lagi melihat orang orang lama yang pernah menjadi kroni penguasa
memimpin lagi.
Partai Annahda ( kebangkitan )
di Tunisia meraup 41 persen dari 217 kursi di dewan perwakilan rakyat pada
pemilihan akhir Oktober tahun lalu. Mereka menarik suara pemilih dengan konsep
rekonsiliasi. Annahda mengajak elite-elite dari bekas partai penguasa masuk
dalam pemerintahan koalisi.
Partai Kebebasan dan Keadilan
(Ikhwanul Muslimin) serta Partai Nur (kelompok Salafi) meraih suara mayoritas
(sekitar 67 persen) dalam tiga tahap pemilihan di Mesir, yang pertama dalam 32
tahun sejak rezim Mubarak berkuasa kedua partai ini berhasil meraup suara
terbanyak dengan mengajukan program.
Pemilihan umum yang digelar di
Maroko November lalu juga memunculkan Partai Keadilan dan Pembangunan sebagai
pemerintahan Islam pertama. Partai yang dipimpin Abdillah Benkirane meraup 107
dari 325 kursi di parlemen.
Di Mesir, Kubu Islam yang akan
berkuasa mesti menghadapi persoalan kemiskinan. Sekitar 40 juta hanya hidup
dengan US$ 2 per hari. Belum lagi sentimen anti-Israel yang terus meningkat
pasca kematian lima polisi perbatasan Mesir dalam baku tembak dengan tentara
negara Zionis itu. Kekerasan antara Islam dan Kristen juga makin meningkat.
Terkait perjanjian damai dengan
Israel, kelompok Ikhwanul Muslimin mencoba bersikap pragmatis. Mereka
menyatakan tetap akan menghormati Perjanjian Camp David yang diprakasai oleh
Anwar Saddat. Hanya saja muncul gagasan untuk menggelar referendum dan menuntut
perubahan sejumlah pasal dalam kesepakatan dengan negara Zionis itu.
Bagaimana dengan Libya?
Pengangguran dan kemiskinan
juga menjadi tantangan besar yang mesti diselesaikan pemerintahan baru di
Libya. Belum lagi konflik antar suku yang menjadi api permusuhan selama Qaddafi
berkuasa. Suku-suku yang tidak menikmati kesejahteraan saat Qaddafi berkuasa
selama 42 tahun menunjukkan kebenciannya terhadap kelompok yang dulu bekerja
untuk rezim lama.
Di Maroko Partai Keadilan dan
Pembangunan di Maroko juga menghadapi persoalan pengangguran dan tingginya
harga kebutuhan dasar dan besarnya angka buta huruf.
Pertanyaan ini terkait soal
apakah revolusi di negara-negara Arab bakal terus berlanjut dan seperti apa
konstelasi politik Timur Tengah pasca-revolusi. Soalan pertama amat berhubungan
dengan kepentingan negara-negara Barat. Mereka begitu mengagungkan nilai-nilai
demokrasi dan kebebasan.
Namun ada kesan pihak Barat
tidak siap menerima kemunculan partai-partai Islam sebagai penguasa baru di
Timur Tengah. Mereka khawatir negara-negara, seperti Mesir, Tunisia, Libya dan Maroko
nantinya menjadi radikal.
Sikap ini begitu kentara saat
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Bill Burns hanya mau menemui pimpinan
Ikhwanul Muslimin tanpa bersilaturahim ke Partai Nur yang dinilai lebih keras.
Bakal calon presiden dari
Partai Republik, Rick Satorum juga menyebut yang terjadi di Mesir, Tunisia,
Maroko dan Libya saat ini bukanlah demokrasi, lantaran mereka partai Islam.
Negara-negara Barat juga enggan
mendukung pengunjuk rasa anti-Presiden Ali Abdullah Saleh di Yaman meski
pasukan pemerintah bertindak brutal dengan membunuhi demonstran. Sebab, mereka
meyakini Ali merupakan sekutu terbaik dalam memerangi jaringan Al-Qaidah di
negara itu.
Contoh lain juga terjadi di
Bahrain. Negara-negara Barat tidak membela kaum Syiah yang mayoritas berupaya
menurunkan kesultanan Bahrain yang beraliran Sunni. Maklum saja, negara negara Barat
tidak ingin Bahrain dikuasai kelompok Syiah yang tentunya bakal berafiliasi
dengan Iran.
Alhasil, gelombang
demokratisasi yang kini sedang melanda dunia Arab akan berhenti di Suriah. Suriah
tidak memiliki potensi ekonomi yang menguntungkan. Sebab itu, negara-negara
Barat hanya menonton saja kebrutalan tentara Assad. Mereka tentu saja tidak mau
menghamburkan uang buat operasi militer di Suriah karena tidak bakal dapat
apa-apa setelah Assad mundur.
Suriah selama ini menjadi
tempat perlindungan bagi dua kelompok anti-Israel, yakni Hamas dan Hizbullah.
Di Ibu Kota Damaskus terdapat kantor Biro Politik Hamas. Dengan mengobrak-abrik
Suriah sama saja mengobarkan perang dengan dua organisasi itu. Diyakini pihak
Barat, Iran memberikan dukungan dana, pelatihan dan senjata bagi Hamas dan
Hizbullah. mengganggu ketenangan kedua kelompok itu sama saja ingin melibatkan
Iran dalam konflik bersenjata yang lebih besar.
Negara-negara Barat pastinya faham
kekuatan militer Iran tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi kecurigaan
mereka selama ini telah berubah menjadi keyakinan bahwa negeri Mullah itu
sedang mengembangkan senjata nuklir. Mengenai konstelasi politik Timur Tengah
pasca-revolusi akan ditentukan oleh perkembangan di Mesir dan Suriah. Dua
Negara ini memegang peranan kunci dalam perubahan politik kawasan karena
menyangkut Israel.
Pengaruh Mesir di kawasan
Mesir adalah imperium politik
Timur Tengah. Dinamika politik yang terjadi di negara tersebut akan berdampak
besar pada horizon perpolitikan kawasan tersebut. Kini, Mesir mengalami
revolusi. Seberapa jauh skala pengaruh dari revolusi tersebut terhadap mozaik
politik di wilayah Timur Tengah?
Tergantung pada radius
perubahan yang dihembuskan revolusi itu sendiri. Kemana perubahan perpolitikan
dalam negeri Mesir, ke situ pula arah perubahan Timur Tengah. Jadi memang Mesir itu punya peran sangat
penting di kawasan.
Pasca revolusi Mesir akan
memasuki proses politik yang panjang dan menentukan. Setelah sekian lama
terpasung oleh pola kepemimpinan militeristik, tak mudah untuk merajut relasi
sipil-negara secara ideal. Sebagai pemangku kuasa, kekuatan sipil Mesir butuh
proses adaptasi. Secara umum, perubahan Mesir ke depan akan mencakup beberapa
hal: Pertama, pemaknaan ulang terhadap konsep nasionalisme. nasionalisme Mesir
berada dalam tegangan varian Arabisme dan Islamisme.
Ada traumatik tersendiri
terhadap eksklusivitas. Ini akan menjadi pertimbangan tersendiri, baik bagi
kalangan Islamis maupun Arabis, untuk mereformulasi konsepsinya dengan
mengakomodir semangat keterbukaan. Sulit bagi Ikhwanul Muslimin untuk berkiprah
di politik dengan mengusung ekslusivisme Islam. Sebagaimana juga spirit
kearaban harus merelevansikan ulang nilainya ditengah diversitas lokal regional
dan global.
Pada tingkat regional, Mesir
adalah palang pintu perdamaian di kawasan Timur Tengah. Lengsernya Hosni
Mubarak akan merubah arah mata angin politik luar negeri Mesir yang selama ini
berpihak sepenuhnya pada Israel, dengan sokongan penuh Amerika Serikat (AS).
Pemerintahan
baru Mesir nanti bisa merupakan tatanan kekuasaan yang berani untuk menekan
pemerintah Israel untuk lebih realistis dalam memberikan tawaran opsi damai.
Mesir kemungkinan akan menjadi kritis terhadap Israel. Mesir yang
"baru", akan berpihak kepada Palestina akan lebih teryakinkan untuk
meneruskan jalan damai. Artinya, perubahan di internal Mesir memiliki peluang
besar untuk menghasilkan sebuah keseimbangan baru dalam proses negoisasi
perdamaian Israel-Palestina.
rekonstruksi
peta kerjasama ekonomi. Mesir merupakan urat nadi perekonomian Timur Tengah.
Terusan Suez adalah makhota ekonomi negeri Piramida tersebut. Tapi pada saat yang
sama, ketergantungan ekonomi Mesir terhadap negara lain cukup tinggi.
Ke
depan, Mesir akan memasuki horizon ekonomi yang lebih realistis, dengan
berbasis pada sumber daya riilnya, bukan bantuan deras dari mitra luar negerinya.
Dalam konteks ini, perekonomian Mesir dalam beberapa tahun ke depan akan
memasuki pancaroba.
Tapi
Mesir juga masih bisa memanfaatkan kestrategisan geopolitisnya sebagai aset
ekonomi dalam membangun hubungan dengan beberapa negara baru. Pada tingkat
dalam negeri, akan nada tuntutan keras terhadap perubahan formulasi
sosial-ekonomi yang selama ini mengistimewakan kelompok tertentu untuk
mengakses sumber daya ekonomi.
Sekali
lagi, semua ini sangat tergantung pada kelancaran proses transisi politik dari
militer ke sipil. Pasca turunnya Mubarak, inilah revolusi yang sebenarnya bagi
rakyat Mesir. Rakyat Mesir akan dihadapkan pada perubahan yang bukan hanya
menyangkut dalam negerinya, tapi juga negara sekitarnya dan dunia. Dengan
posisi geopolitisnya yang strategis, Mesir mengemban amanat besar. Ini bisa
menjadi berkah atau juga petaka.
Palestina;
Konspirasi Israel dan Amerika pasca revolusi
Israel dan
AS beserta sekutu-sekutunya dipastikan yang paling khawatir atas kemenangan
besar parpol-parpol Islam terutama kemenangan Islam politik di Mesir.
Kekhawatiran tersebut, bukan hanya karena kekalahan kelompok liberalis yang
berhasil mereka tanam selama beberapa dekade sebelumnya, akan tetapi lebih
disebabkan kekhawatiran mereka akan nasib perjanjian Camp David dan
perjanjian-perjanjian ``damai`` lainnya.
Banyak
pengamat melihat bahwa kubu Islamis di dunia Arab berhasil menuju tampuk
pemerintahan lewat pemilu jurdil ( jujur dan adil ) dan transparan sehingga
perlu diberikan peluang melaksanakan programnya tanpa harus dikenakan sandungan
dari dalam dan luar negeri. Pemboikotan dalam bentuk apapun atas pemerintahan
baru tersebut sama saja dengan memutar arah jarum jam alias kembali ke
pemerintahan autokrasi yang tidak mungkin lagi ditolerlir bangsa-bangsa di
kawasan.
Bangsa-bangsa
kawasan telah mengalami masa penderitaan lebih dari empat dekade dibawah
pemerintahan tangan besi dan penindasan. Karena itu, mereka tidak akan menerima
bila ada upaya-upaya konspirasi yang ingin memutar balik arah jarum jam dan
mereka siap membayarnya walau mahal.
Walaupun
dalam jangka pendek mendatang tantangan berat yang akan dihadapi bersifat multi
dimensi termasuk kemungkinan munculnya kontra revolusi dukungan Barat yang
alergi terhadap kejayaan parpol-parpol Islam, namun situasi pasca revolusi akan
lebih baik. Apalagi pemerintahan mendatang adalah hasil pilihan mayoritas
mutlak rakyat yang menginginkan pemulihan kembali harga diri bangsa Arab.
Pemerintahan
kubu Islamis dipastikan tidak akan lagi tunduk kepada pelecahan zionis Israel
dan hegemoni Barat selama ini. Pemerintahan baru tidak akan bersedia lagi
menerima pelecahan seperti rezim-rezim yang telah jatuh atau rezim-rezim
lainnya yang berada di ujung tanduk.
Diakui
maupun tidak, isu Palestina sejatinya adalah tetap sebagai isu paling menonjol
di mata publik Arab dan umat Islam sedunia. Karena itu, berbagai upaya untuk
menjadikannya sebagai isu nomor dua atau isu sampingan tidak akan diterima
publik apapun alasan yang dikampanyekan untuk mengelabui mereka, Amerika dan
Israel melakukan konspirasi untuk mengaburkan isu terpenting ialah pembebasan
Palestina.
“Isu
Palestina akan tetap sebagai isu utama setiap tahun tanpa perdebatan. Setiap
pergantian tahun maka isu Palestina adalah dasarnya sehingga tidak mungkin
dijadikan isu nomor dua atau lebih rendah dari itu,`` papar Zahir Majid,
seorang pengamat Arab dalam tulisannya di harian al-Watan, Oman.
Ia mengingatkan
bahwa masalah Palestina akan tetap sebagai isu utama bangsa Arab meskipun sikap
sebagian pemimpin Arab selama ini (yang berusaha menepikannya) atau sikap sebagian
pihak yang berusaha mengalihkan perhatian publik lewat
interpretasi-interpretasi (menyesatkan).
Masalah
Palestina yang menjadi isu sentral bangsa Arab tidak mungkin terus menerus
hanya sebagai slogan kosong tanpa aksi nyata diera perubahan yang melanda dunia
Arab dewasa ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa salah satu indikasi keberhasilan
revolusi Arab adalah kembalinya masalah Palestina sebagai isu nomor wahid yang
diperjuangkan secara nyata dan serius.
Hampir
dipastikan juga bahwa negara-negara Arab yang masih menjalin persekutuan erat
dengan AS tidak akan bisa lagi selalu mengiyakan negeri Paman Sam itu. Mantan
PM Mesir, Essham Sharaf dan Sekjen Liga Arab, Nabil Al-Arabi, sejak dini
mengingatkan bahwa prioritas kebijakan negaranya menyangkut Palestina ke depan
adalah memperjuangkan tercapainya penyelesaian damai dan berdirinya negara
Palestina merdeka bukan mengupayakan perundingan ke perundingan tanpa
penyelesaian.
Perundingan
tanpa ujung penyelesaian dipastikan akan ditentang keras bangsa Arab sehingga
rezim Arab mendatang tidak bisa lagi menjadikan perundingan sebagai sarana
membeli hati publik seperti kejadian pada berbagai perundingan sebelumnya.
Meskipun
akhir-akhir ini banyak masukan ditujukan kepada partai partai Islam pemenang
pemilu di Arab agar menomorduakan dulu isu Palestina, namun kemungkinan besar
masukan tersebut tidak akan digubris.
Apalagi
Mesir sebagai negara Arab terbesar telah muncul kembali sebagai pemimpin Arab
pendukung kuat isu Palestina. Ditegaskan, krisis ekonomi di Mesir sekarang
merupakan tantangan utama pemerintah transisi Mesir saat ini dan demikian juga
pemerintah mendatang. Rahbar menyebut satu dari faktor utama kebangkitan rakyat
Mesir adalah motivasi agama.
Ditegaskannya,
“Rakyat Mesir memulai gerakannya dari shalat Jumat dan masjid. Slogan-slogan
agama dipakai oleh mereka, khususnya Allahu Akbar. Belum lagi kelompok pejuang
paling kuat di Mesir adalah kelompok Islam.”
Ayatullah
Sayyid Ali Khamenei otak dibalik revolusi Iran itu menyinggung kepanikan
Amerika dan rezim Zionis Israel di hadapan kebangkitan rakyat Mesir dan
mengatakan, “Mereka berusaha keras untuk keluar dari situasi ini dan mulai
menjalankan tipuannya. Namun perlu diketahui bahwa keberhasilan atau kegagalan
skenario Amerika ini bergantung pada kinerja dan keputusan rakyat Mesir.”
Momentum
perubahan di Mesir, Tunisia dan juga diharapkan di negara-negara Arab lainnya
biarpun tanpa menjatuhkan kekuasaan yang ada, dapat membawa perubahan mendasar
di Timur Tengah dalam konteks perdamaian dengan Israel. Sudah saatnya perubahan
di negara-negara Arab membawa perubahan pula kepada Israel, terutama dilihat
dari sikap arogansinya yang selama ini sering ditunjukkan. Israel harus dapat
melunak, tidak lagi mau menang sendiri dan lebih akomodatif dalam menerima kehadiran
negara Palestina yang merdeka dan berdaulat.
Bagaimana
dengan Suriah?
BISUL
itu akhirnya pecah! Wakil Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral Suriah
Abdo Hussameldin Kamis malam, 8 Maret 2012 mengumumkan dia meninggalkan
pemerintahan Bashar al Assad, serta Partai berkuasa Baath untuk bergabung
dengan oposisi.
Pernyataan
Hussameldin mengudara lewat video pernyataan resmi yang diposting di website
YouTube oleh para aktivis.
"Aku,
insinyur Abdo Hussameldin, wakil menteri minyak mengumumkan bahwa saya keluar dari
rezim ini. Saya bergabung dengan revolusi rakyat yang menolak ketidakadilan dan
kampanye brutal rezim, yang berusaha menghancurkan permintaan rakyat untuk
kebebasan dan martabat," tegasnya.
Alasan
utama pengunduran itu lantaran dirinya telah bertugas di pemerintah Suriah
selama 33 tahun dan tidak ingin mengakhiri hidupnya dengan "melayani
sebuah rezim kriminal."
Jika
postingan tersebut asli, maka Abdo Hussameldin menjadi peja
bat besar pertama
yang meninggalkan pemerintah Assad dan bergabung dengan pemberontak yang telah
berlangsung selama setahun.
Mengutip
analisis Sir Andrew Green, mantan dubes Inggris untuk Suriah (1991-1994) dan
Arab Saudi (1996-2000) yang ditulis untuk The Guardian, sudah jadi fakta Assad
yang berfaham Syiah adalah bapak angkat bagi milisi Syiah Hizbullah yang
menjadi kerikil bagi Israel.
Soal
senjata ke pemberontak? Damaskus tentu sudah sadar, Arab Saudi punya
kepentingan atas kelangsungan mayoritas Sunni yang tertindas. Seperti dikutip
dari World Socialist Website, Riyadh disokong Amerika Serikat merestui
penyelundupan senjata yang dilakukan melalui mantan Perdana Menteri Lebanon
Saad Hariri.
Saad
Hariri merupakan mantan Perdana Menteri Lebanon antara 2009 dan 2011. Koalisi
pemerintahan Hariri yang terbentuk memang berhaluan anti Suriah. Pada 2011
Hizbullah berhasil melengserkan pemerintahan Hariri.
Dan
mantan mufti Mesir Nasr Farid Washil mengatakan di berita bahwa Basyar Al – Assad itu wajib dibunuh sebab
tindakannya yang anarkis dan membunuh banyak orang.
Epilog
Timur
Tengah tak akan pernah nyaman atau terhindar dari provokasi Barat dan sekutunya
sampai minyak di Timur Tengah habis.
Selama
minyak itu masih banyak, maka kepentingan itu akan terus berlangsung dan adanya
gesekan diantaranya, Pasca revolusi banyak pengamat mengatakan keopitimisan
akan pembangunan dan perubahan di Timur Tengah menuju kesejahteraan walau pun
memerlukan masa yang panjang untuk tercapainya kemakmuran yang merata.
Partai
Islam banyak menguasai parlemen di negara negara Timur Tengah, itulah bukti
bahwasannya adanya titik cerah dalam perjuangan Islam selama ini.
Yang
sebelumnya ditekan sekarang sudah bebas dari sikap otoritarian pemerintah rezim
lama, tentu banyak yang mesti dikerjakan untuk para penerus perjuangan bangsa
dalam mengatasi dan mencarikan solusi dari krisis yang terjadi pasca revolusi. Penulis
berharap moga partai Islam bisa memberikan warna yang baru untuk kemajuan Timur
Tengah dan mempunyai ketegasan dan sikap yang jelas terhadap perjuangan
Palestina.
Jangan
kita terlupa bahwasanya Barat ingin mengambil kesempatan atas revolusi Mesir
ini. Dan kita bersama sama memberikan dukungan terhadap partai partai Islam
untuk mereform undang undang yang telah rusak selama rezim Mubarak berkuasa.
Penulis menyampaikan Timur Tengah akan terus memanas sampai kapan pun, sebab
agama Islam akan terus mewarnai dunia Arab, dan Barat tak akan suka terhadap
Islam sampai akhir nafas.
Waallahu
a'lam
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar